Aku
akan siap 30 menit lagi. Itu balasan singkat Adriana untuk
pesan yang dikirim Agi barusan.
Malam ini adalah acara pertunangan sepupu Adriana. Agi mematut
diri di depan cermin besar yang ada di kamarnya. Tema pakaian malam ini adalah
formal black and red. Agi sudah
memakai kemeja merah yang akan dipadukan dengan jas warna hitam. Setelah yakin
penampilannya sudah cukup rapi, Agi meraih jas hitamnya dan mengambil kunci
mobil dari laci nakas di kamarnya.
Sebelum ke rumah Adriana, Agi memutuskan untuk mampir ke toko bunga
yang ada di samping cafe Lofa. Toko bunga itu terlihat sangat mencolok saat
cafe Lofa tutup. Agi berdiam diri di toko itu cukup lama, mencoba memilih bunga
yang paling cocok untuk malam ini.
Agi melihat bunga yang masih setengah kuncup berwarna merah di
sudut ruangan. Bentuknya menarik perhatian Agi. Berbeda dengan mawar, bunga itu
terlihat lebih elegan.
“Bunga apa itu?” tanya Agi pada pemilik toko itu.
“Tulip merah.” katanya singkat dan terdengar kurang ramah.
Ternyata Lofa benar tentang wanita pemilik toko ini, dia sangat sinis.
“Aku mau itu. Apa kau bisa menghiasnya?”
Wanita itu hanya mengangguk kaku. Orang ini benar-benar kurang
pantas membuka toko bunga yang identik dengan kecantikan dan keramahan.
Agi sedang memperhatikan berpot-pot bunga mawar dan tulip saat
wanita itu mendekatinya, menyodorkan buket bunga tulip merah yang diikat pita
berwarna senada. Wanita itu membiarkan daunnya tetap menempel pada tangkai
bunga, menciptakan perpaduan warna merah dan hijau yang sempurna.
Bunga tulip merah itu tergeletak nyaman di kursi penumpang di
samping Agi. Dengan kecepatan penuh Agi meluncur ke rumah Adriana. Kali ini gadis
itu belum menunggunya di luar. Tepat saat Agi akan mengetuk pintu rumah Adriana,
daun pintunya mengayun terbuka. Sosok Adriana muncul. Cahaya lampu di ruang
tamu rumahnya menjadi latar belakang yang sempurna untuk kemunculan Adriana.
Agi baru sadar dia menahan nafas sampai dadanya terasa sesak.
Setelah Adriana menutup pintu rumahnya, Agi baru ingat cara bernafas lagi. Gadis
itu luar biasa cantik dengan gaun hitamnya. Ada pita merah besar yang mengikat
pinggang Adriana, menampakkan bentuk tubuhnya yang ramping. Rambut pendeknya
dihiasi ornamen berkerlip, membuatnya terlihat seperti langit gelap yang berbintang.
“Kau siap?” tanya Adriana karena Agi hanya diam.
Agi sempat tergagap sebelum akhirnya mendapatkan kesadarannya
kembali. Dia langsung menekuk lengannya agar Adriana bisa menautkan tangannya.
“Kita siap,” kata Agi saat mereka berjalan beriringan menuju mobil.
“Ada yang menunggumu,” kata Agi pelan sebelum membukakan pintu
untuk Adriana, membiarkan gadis itu kebingungan.
Agi membuka pintu mobilnya perlahan. Mata Adriana melebar saat
melihat buket bunga tulip merah di kursi yang akan ditempatinya.
“Untukku?” tanya Adriana malu-malu.
Agi hanya mengangguk sambil tersenyum.
“Kau suka?” Agi belum pernah memberikan bunga secara spesial
untuk perempuan sebelumnya. Pilihannya seringkali sangat payah. Tapi bunga
tulip merah itu kelihatannya cukup pantas untuk momen seperti ini.
“Ini indah sekali,” kata Adriana di sela-sela senyumnya.
Setelah merasa cukup mengagumi bunganya, Adriana masuk ke dalam
mobil, duduk manis masih sambil mencium bunganya. Sepertinya pilihan Agi kali
ini tidak salah. Adriana menyukainya.
Pelataran rumah Nura disulap menjadi taman yang dipenuhi lampu
kerlap-kerlip yang indah. Dua pohon kamboja yang ada di kanan dan kiri taman
seolah sengaja ditanam untuk acara ini. Batang pohon itu dililiti lampu,
membuatnya terlihat seperti penjaga pintu yang berpendar. Halamannya yang luas
sudah dipenuhi meja-meja bundar yang ditutupi taplak merah marun berpita emas.
Ada gapura yang dihiasi bunga mawar putih di sebelah kanan, terlihat kontras
dengan ornamen lain yang dominan berwarna merah marun.
“Kau yang merancang ini?” Agi berbisik pada Adriana saat mereka
sampai.
“Sebagian.” jawab Adriana pelan. “Nura cerewet sekali soal dekorasi
malam ini.”
Agi hanya tersenyum mendengar protes Adriana tentang sepupunya.
Nura dan Dhanny keluar dengan langkah pelan dari dalam rumah
menuju gapura bunga mawar. Suara tepuk tangan samar-samar memenuhi taman malam
ini. Agi sedikit terkejut saat Adriana menggandeng tangannya dan langsung
menariknya mendekati Nura dan Dhanny yang sekarang sedang memamerkan senyum
terbaik mereka. Adriana melepaskan tangan Agi saat berpelukan dengan Nura. Meskipun
mereka sudah bertemu setiap hari sebelum malam ini, tapi sikap mereka seperti
kakak beradik yang sudah puluhan tahun tidak bertemu. Nura menghapus air
matanya yang sempat menetes di kedua sudut matanya. Dhanny hanya menyentuh bahu
Nura untuk menenangkannya. Saat Adriana berbalik, Agi baru tahu ternyata gadis
itu juga menangis.
“Seharusnya kau bahagia,” kata Agi pelan. Pemuda itu sedikit
membungkuk untuk melihat wajah Adriana yang tertunduk. Adriana mendongak sambil
mengibas-ngibaskan tangannya di dekat mata, seolah-olah gerakannya itu bisa
menghilangkan air matanya secara ajaib.
“Aku bahagia,” katanya masih sambil mengibas-ngibaskan tangan.
Agi baru akan menyentuh bahu Adriana saat tiba-tiba mata gadis
itu melebar. Pandangannya tertuju pada sesuatu yang ada di belakang Agi. Pemuda
itu menoleh untuk mencari tahu apa yang dilihat Adriana. Ada Lofa di sana,
berdampingan dengan Angga. Sudah aku
bilang mereka cocok, pikir Agi dalam hati.
0 komentar:
Post a Comment