Rss Feed
  1. proyek

    Tuesday, October 23, 2012

    beberapa hari yang lalu dapet proyek dari papa disuruh bikin desain rumah...hmm...jadi iseng-iseng bikin deh denahnya. gini nih
    nah, itu baru denah. ternyata papa minta tolong temennya juga buat bikinin versi 3D nya...hmm...jadi merasa tertantang buat bikin sesuatu yang lebih bagus. jadi dibela-belain "mantengin" tutorial google sketchup meskipun lagi ujian biar bisa bikin versi 3D yang luar biasa. I'll take the challenge Mr-who-ever-you-are just wait! hahahaha!

  2. HGTU

    Sunday, October 21, 2012




    jadiii...ini hasil fieldtrip ke UGM kemaren....luar biasa lab-nya...jadi pengen pindah T.T
    liat aja, terfasilitasi banget ini lab. lab struktur, sampe bisa bikin model tembok dan uji tekan. lab hidrolika sampe bisa bikin model pantai dan model bendungan T.T
    miris sekali kalo dibandingin sama lab di kampus. di lab struktur cuma ada UTM sama saringan agregat T.T lab hidrolika juga sempitnya minta ampun. cuma bisa liat lonjakan hidrolik air...hhh...tapi ya sudahlah, mungkin memang harus belajar ekstra. ternyata diakui di kampus sendiri bener-bener belum cukup. harus berusaha lebih biar bisa diakui sama seluruh universitas. keep fighting!


  3. Janji

    Monday, October 15, 2012

    tidak. aku sama sekali tidak menangis. aku hanya menatap punggungnya yang semakin menjauh. aku menatapnya hambar. bukankah itu sudah biasa? ketika aku merasa dekat dengan seseorang, dia akan pergi. dia tidak ada bedanya kan? dia hanya sebuah cerita di antara sekian banyak judul yang ada. dia bahkan tidak singgah lama. meskipun waktu yang singkat itu sudah cukup untuk menciptakan kenangan yang begitu indah. aku masih manatapnya. berharap dia mengurungkan niatnya dan kembali. tetapi tidak. dia terus berjalan. melangkah dengan mantap meninggalkanku. itu jawabannya. dia menyerah.

    Nih, tutup lukanya biar nggak infeksi. dia menyerahkan sebuah sapu tangan kotak-kotak seperti milik ayahku.
    aku hanya bengong menatapnya mengulurkan sapu tangan ke arahku. dia tidak kalah bingungnya menatapku. mungkin dia pikir aku ini cewek idiot yang neuronnya bekerja dengan sangat lambat dalam memproses informasi sampai dia harus mengulang kata-katanya.
    luka kamu lumayan parah. bersihin pake air terus tutup pake ini biar nggak infeksi.
    bukan itu yang membuatku bingung. sudah satu tahun aku tergabung dalam ekstrakurikuler PMR tentu saja aku tahu hal-hal semacam itu. yang membuatku terus diam sampai saat ini adalah, siapa orang ini? dia datang dari mana? cowok kurus tinggi yang memakai seragam OSIS yang masih terlihat baru.
    aku rasa kesabarannya sudah habis karena dia langsung berjongkok di depanku kemudian meraih botol minum yang sedari tadi hanya aku genggam. Dia membuka tutupnya perlahan kemudian menyiram luka menganga di lututku. aku tidak melihat ada batu besar di tengah jalan, ban sepedaku melindasnya dan aku langsung terjungkal dan lututku menggesek aspal jalanan. dengan sangat cekatan dia mengikatkan saputangannya ke lututku.
    Lain kali ati-ati kalau naik sepeda. dia berdiri, memungut batu besar sialan itu kemudian membuangnya ke selokan. dia mengambil sepedaku kemudian menuntunnya ke arahku.

    aku masih menatapnya. sesekali dia membenarkan posisi ranselnya yang melorot saat dia berjalan cepat. apa dia begitu ingin meninggalkanku? aku masih menatapnya. berharap lebih tepatnya. bukankah dia yang selama ini memberiku penjelasan tentang sebuah harapan? sebuah harapan yang sudah selayaknya dipertahankan. karena sebuah harapan adalah keyakinan yang akan mengisi kehidupanmu. lalu kenapa sekarang dia memupuskan harapanku? harapan untuk bersamanya.

    aku melihatnya lagi. tepat setelah pertengkaranku dengan Doni. ya, dia ada di sana. berdiri mematung, menatapku dengan tatapan kosong. aku langsung mengahpus air mataku dan bersiap menghindar saat tiba-tiba dia meraih tanganku.
    nggak usah nangisin orang kayak dia. dia tahu apa?! ini hidupku! kenapa dia selalu muncul di saat seperti ini? memangnya siapa dia?
    aku langsung menghentakkan tanganku sampai terlepas dari genggamannya. berlari menjauh dari orang aneh yang sok tahu.

    dia yang mengajarkanku untuk tidak menangis. dia yang bilang kalau air mataku terlalu berharga untuk dibuang-buang. dia bahkan tidak pernah mengijinkanku menangis untuknya. untuk apa? karena dia selalu berusaha membuatku tersenyum. dan aku belum berterima kasih untuk semua hal yang sudah dia lakukan padaku.

    mau? tiba-tiba ada yang menyodorkan es krim coklat ke arahku saat aku masih menunggu bus yang akan membawaku pulang ke rumah. aku masih belum terlalu yakin untuk bersepeda lagi ke sekolah. lututku masih sering terasa sakit untuk bergerak, apa lagi mengayuh sepeda.
    aku menoleh, menatap pemilik tangan itu. tangan yang menyodorkan es krim itu. aku melihatnya lagi. sejak kapan dia tahu aku penggila es krim coklat? atau dia hanya asal?
    masih suka kan? pertanyaannya membuatku melotot kaget. dia tahu?
    beberapa detik kemudian dia menarik tangannya kemudian tersenyum tipis.
    kamu lupa. kalau maksudnya dia yang menolongku saat jatuh dari sepeda, tentu saja aku ingat. aku bahkan masih menyimpan sapu tangannya. belum sempat mengembalikannya.
    udah 10 tahun, huh? aku pikir kamu bakal inget kalau ketemu, ternyata nggak. maaf ya. aku memperhatikan wajahnya lagi. menatap setiap detail yang mungkin akan mengingatkanku padanya. siapa dia?

    dia berhenti melangkah. saat itu. detik itu. jantungku berdegup semakin kencang. benar-benar berharap dia berbalik ke arahku. aku bisa melihatnya menarik nafas dalam dari sini. aku terlalu hafal gerak-geriknya untuk tidak menyadari itu. dia selalu melakukan itu jika gugup. aku masih menunggunya. tapi dia hanya diam.

    kamu janji bakal jagain aku selamanya? aku teringat pertanyaan itu. pertanyaan yang terlontar dari seorang bocah berumur tujuh tahun. seorang bocah yang benar-benar ketakutan. tapi saat itu ada dia. dia yang dengan begitu gagah berani menyingkirkan sarang lebah yang membuatku ketakutan setengah mati.
    aku bisa mengingat detail wajahnya. matanya yang telihat sipit, alisnya yang hitam tipis, hidungnya yang mancung. semuanya terlihat berbeda. aku rasa wajar jika jika aku tidak mengenalinya sekarang. dia terlihat lebih kurus, tapi dia masih memiliki tatapan teduh yang sama. tatapan yang meyakinkanku bahwa dia akan selalu bersamaku. menjagaku.
    dia hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan polosku. tentu saja dia tidak benar-benar menepati janjinya, karena tiga hari setelah itu dia pindah ke Singapura bersama keluarganya. meninggalkanku sendiri. tanpa penjagaan.

    aku masih menatapnya hambar. tanpa ekspresi. aku tidak tahu harus bagaimana. dia pernah pergi sebelum ini. pastinya tidak akan jauh berbeda keadaannya. aku ingin dia bahagia. aku tidak ingin dia berjuang terlalu keras hanya untukku.

    aku udah janji bakal jagain kamu kan?
    aku ingat tatapan mata itu. dia kembali. setelah 10 tahun dan dia kembali. dia menatapku lagi. tatapannya lebih tajam sekarang. wajahnya terlihat lebih tegas. entah sudah berapa banyak janji yang dia ucapkan, tapi dia masih mengingat janji yang itu. janji yang sebenarnya tidak aku maksudkan untuk jadi kenyataan. ternyata dia menepatinya.
    maaf aku baru datang sekarang. aku hanya menatapnya tanpa suara. tersenyum menatapnya merasa sangat bersalah. wajah anak-anaknya sudah digantikan wajah dewasa yang sangat menakjubkan.

    dia masih saja diam. tidak mengambil keputusan apa pun. ingin sekali aku berlari menghampirinya. memohon agar dia tidak pergi lagi. bukankah dia sudah berjanji? tapi egoku bukan satu-satunya hal yang harus dituruti. dia juga punya kewajiban. kewajiban untuk menuruti kata-kata orang tuanya.

    dua tahun sejak pertemuan kami. meskipun awalnya terasa canggung untuk menerimanya sebagai teman masa kecilku, tapi akhirnya perasaan itu kembali muncul. perasaan yang sempat tertimbun lama. perasaan yang sempat tertutup kekecewaan atas kepergiannya dulu.
    dia berdiri kaku di depan pintu rumahku. kemeja putih yang membalut tubuhnya terlihat sangat lusuh. sepertinya dia terburu-buru datang kemari sampai dia tidak sempat memilih pakaian yang lebih rapi. aku mempersilakannya masuk tapi dia hanya mematung. dia meraih tanganku saat aku berbalik untuk masuk.
    kamu tahu aku nggak pernah berniat buat ingkar janji kan? dia terlihat sangat ketakutan.
    sekarang kamu ada di sini kan? bagaimana bisa aku meragukannya. dia sudah berusaha menepati janjinya dengan kembali ke sini kan?
    gimana kalau tiba-tiba aku ngecewain kamu? 
    kenapa sih?
    dia hanya diam. ketakutan jelas terlukis di wajahnya. wajah yang biasanya tersenyum sekarang terlihat suram. hal buruk apa yang dia hadapi? apa yang membuatnya berpikir dia akan mengecewakanku?
    dua hari setelah kedatangannya itu, aku tahu. aku tahu kenapa tiba-tiba dia seperti itu. dia dipaksa kembali ke Singapura. orang tuanya sudah mengatur perjodohannya dengan salah satu putri mitra kerjanya. aku tahu dia berusaha menolak. tapi pada akhirnya dia tetap harus mematuhi kata-kata orang tuanya. dia anak yang baik kan? hanya karena dia mengecewakanku bukan berarti dia bersalah sepenuhnya. dia hanya berusaha untuk membahagiakan dua pihak yang berlawanan.

    di sinilah semuanya berakhir. aku menatapnya pergi. menatapnya berjalan mantap melewati bagian pengecekan tiket. dia akhirnya pergi. dia hanya kembali sekejap. terkadang aku pikir untuk apa dia kembali jika akhirnya dia hanya akan pergi lagi? tapi bukankah jika dia tidak kembali aku tidak akan tahu arti ketulusan? dia begitu tulus dengan kata-katanya. dia hanya ingin menjagaku. itu yang dia janjikan dulu. tidak seharusnya aku menuntut lebih sekarang. meskipun aku tetap berharap. berharap dia kembali. untukku. hanya untukku.



  4. memories

    Friday, October 12, 2012

    Memangnya kenapa kalau sesekali aku mengingatnya? Aku rasa itu wajar selama apa yang aku ingat memang tepat sama dengan apa yang terjadi. Iya kan?
    Memang apa yang salah dengan sedikit tambahan pada kenanganmu? Hanya agar kenanganmu terasa sangat keren?
    Terkadang aku membayangkan dia datang dan membawakan bunga untukku, meskipun sebenarnya membawakan sejumput rumput liar pun tidak pernah. Kadang aku membayangkan dia menyanyikan sebuah lagu romantis di depan jendela kamarku, padahal bersenandung di dekatku pun tidak pernah.
    Sedang apa dia di sana? Aku sering membayangkan dia sedang memikirkanku juga, melamun di meja belajarnya sambil menatap foto kami berdua. Memang apa salahnya membayangkan seperti itu?
    Kalian tah? Yang sebenarnya terjadi jauh lebih rumit dari apa yang aku bayangkan. Itu sebabnya aku sangat malas untuk membayangkan kejadian yang sebenarnya.
    Nggak jajan? Untuk yang satu itu, dia benar-benar menanyakannya.
    Dia selalu menghampiriku saat jam istirahat. Dia duduk di sebelahku. Memainkan penggaris kayu panjang, membayangkannya sebagai sebuah samurai ninja yang sangat berbahaya. Aku suka saat dia seperti itu, aneh. Aku suka saat dia berdiri di belakangku. Badannya yang tinggi membuatku merasa sangat dilindungi.
    Nggak. Aku hanya menjawab singkat sambil terus memainkan game adventure yang ada di ponselku.
    Beberapa menit berlalu dengan sangat sepi, tapi dia selalu saja berhasil menemukan topik pembicaraan yang menarik perhatianku. Kalian tahu? Caranya bercerita membuatku merasa sangat nyaman. Dia selalu duduk menghadapku, membuatku merasa jadi satu-satunya pusat perhatian di sana.
    Aku rasa perasaan itu akan tumbuh sempurna jika keadaannya memang sesederhana itu. Kami dekat, aku suka padanya, dia suka padaku, beres! Tapi tidak. Keadaannya tidak pernah semudah itu kan? Kami dekat, iya. Aku suka paanya, iya. Dia suka padaku, aku rasa iya meskipun hanya sedikit. Beres? Tidak! Karena dia punya pacar waktu itu. Ya, itu yang membuatku merasa berada pada posisi yang super sulit. Anehnya aku merasa dia jauh lebih sering mengobrol denganku daripada pacarnya, meskipu setiap pulang sekolah mereka memang selalu bersama.
    Aku menatap jendela kamar, awan mendung yang tadi membuat kamarku terasa sangat gelap sekarang mulai pudar. Mulai kehilangan uap air karena sudah hujan di suatu tempat. Di sini, hanya angin yang terus menerus bertiup. Menggoyangkan pepohonan besar yang ada tepat di depan kamarku. Aku membayangkannya lagi. Masa-masa itu. Ya, masa di mana aku merasa telah menemukan seorang sahabat, kakak, dan orang iseng. Ya, dia orangnya. Dia tidak hanya selalu bercerita padaku, tapi dia juga mau mendengarkan ceritaku.
    Kamu nggak dingin? Pertanyaan yang membuatku merona tentu saja. Saat itu kami memang sedang dalam perjalanan ke pegunungan, refreshing sebelum ujian. Yah, saat itu hujan lebat dan dia menanyakan keadaanku. Kalian tahu? Keadaannya saat itu lebih parah! Dia kedinginan, basah kuyup sampai menggigil dan dia malah menanyakan keadaanku?
    Tapi sesuatu yang menyebalkan terjadi saat perjalan pulang. Kami bertemu dengan pacarnya. Dia marah besar! Aku tidak tahu persis kenapa, tapi dia merasa sangat marah karena beberapa hari sebelumya mereka bertengkar hebat. Kalian tahu apa yang aku pikirkan saat itu? Aku hanya ingin membuatnya tersenyum. Aku hanya ingin dia melupakan masalahnya.
    Sekarang mulai turun hujan. Ternyata tidak cukup hanya dengan menurunkan muatan di tempat lain. Awalnya hanya gerimis, tapi kemudian bertambah deras. Tetesan-tetesan air terlihat sangat rapat. Menerpa dedaunan sampai bergoyang-goyang tidak mau behenti. Aku membayangkannya lagi.
    Kebersamaan kami tidak berakhir sampai di sini. Tidak. Bahkan di saat hari kelulusan, kami tidak benar-benar berpisah. Dia masih terus bercerita tentang apa yang dia rasakan, tentang kekecewaannya. Aku merindukannya. Ya, aku rindu caranya menceritakan segalah hal. Aku rindu caranya menjelaskan segala hal yang tidak aku mengerti. Aku rindu saat dia tersenyum. Aku rindu saat dia menatapku dengan tatapan semua akan baik-baik saja. Apa sekarang dia baik-baik saja?



  5. lagu iseng

    Tuesday, October 9, 2012

    baru inget, ternyata pernah iseng-iseng bikinin lirik lagu buat temen yang punya band indie...kurang lebih gini nih lirik lagunya:


    NEVER DIE

    Can you see my tears?
    Can you even feel my broken heart?
    Everytime I see you with someone else...
    It hurts me, baby, it makes me fall apart...
    Reff:
    May be I made mistake
    But, can’t you see it?
    Even if I lose my mind...
    My love will never die

    Everytime I look into your eyes, I see the memory between us
    It’s not perfect, I know
    But, I can feel the love inside your heart
    Isn’t it enough for you to give me another chance?
    To show you how much I need you
    Reff:
    May be I made mistake
    But, can’t you see it?
    Even if I lose my mind...
    My love will never die

    I can feel the love inside your heart
    Isn’t it enough for you to give me another chance?
    ‘Cause my love will never die






  6. RESITAL

    Sunday, October 7, 2012

    Setiap dentingan nadanya mengalun dengan indah. Aku berusaha memainkannya dengan sempurna. Dengan tempo yang sesuai dan tepat sama dengan yang diinginkannya. Bukan, aku bukan terhipnotis atau apa pun. Hanya saja ada sesuatu dalam diriku yang membuatku merasa harus memainkan alunan nada-nada ini. Demi Rio, tentu saja. Ini adalah deretan nada-nada ciptaannya. Sebuah persembahan yang sengaja dia buat untuk resital pertamanya.

    Bagus juga, katanya saat kami pertama kali bertemu. Ya, kata-kata pertamanya itu membuatku merah padam. Belum pernah ada yang memuji permainan pianoku.
    Meskipun sekarang aku sudah hampir tiga minggu melatih kelihaianku bermain piano untuk resitalku minggu depan, tetap saja permainanku terdengar biasa-biasa saja. Sampai akhirnya dia datang dan mengucapkan dua kata itu.
    Dia duduk di sampingku dan mulai meletakkan jemarinya yang putih di atas tuts piano. Aku menurunkan tanganku, membiarkan dia bermain. Dalam hitungan detik jemarinya sudah bermain lincah di atas tuts hitam putih yang sepertinya sudah berkomplot dengannya untuk membuatku terpukau. Dia hebat. Sangat hebat.
    Bagus banget. Itu lagu apa? tanyaku penasaran setelah dia selesai bermain.
    Itu buatanku sendiri. Hhmm...terinspirasi dari Mozart sebenernya. Dia hanya terenyum sekilas

    Aku memejamkan mata untuk mengingat setiap detail perasaan yang dia tuangkan dalam lagu ini. Sesuatu yang tertunda. Ya, aku hanya ingin mereka mendengar lagunya. Tanganku masih terus menekan tuts piano dengan tempo yang semakin pelan, semakin dalam aku meresapi nada-nada ini, semakin jelas semua hal yang aku alami bersamanya.

    Ini lagu buat resital kamu? tanyaku tiga hari sebelum resital berlangsung.
    Iya. jawabnya singkat meskipun rona ceria yang tadi sempat mewarnai wajahnya sekarang lenyap.
    Kenapa? Apa lagu yang sudah sangat sempurna ini masih belum cukup untuk membuatnya menjadi seorang pianis ternama?
    Dia menggelengkan kepalanya sekali kemudian tersenyum, cuma takut mengecewakan.

    Aku menghafal satu per satu nadanya hanya dengan memoriku. Ingatan bahwa aku memang pernah mendengar nada-nada itu. Kombinasi nada yang akan membuatmu menangis bahkan jika lagu ini dimainkan pada sebuah pesta yang sangat meriah. Ada sesuatu dalam lagu ini yang membuat jantung serasa berhenti berdegup. Aku merasakannya. Aku merasakan keinginannya yang sangat kuat. Aku bisa merasakan pikirannya. Dia bersamaku. Aku tahu itu.

    Satu hari sebelum resital dan dia tak terlihat di tempat latihan. Kemana dia? mendadak hilang dan membiarkanku berlatih sendiri. Bukankah dia sudah berjanji akan menularkan ilmu masternya padaku agar aku bisa menyainginya pada resital nanti? Apa dia berubah pikiran dan memutuskan untuk berhenti mengajariku cara bermain piano secara profesional?
    Aku pernah mengikutinya sekali saat pulang latihan, jadi aku rasa aku bisa memastikan kecurigaanku sekarang dengan mengunjungi rumahnya. Aneh memang. Kami baru kenal satu minggu dan tiba-tiba aku muncul di depan pintu rumahnya untuk meminta penjelasan kenapa dia tidak datang latihan hari ini.

    Mengingat senyumnya yang lembut membuatku merasa lebih emosional lagi. Aku nyaris menangis saat mulai memainkan improvisasi yang baru-baru ini dia ajarkan padaku. Bahkan sebelumnya aku tidak tahu ada improvisasi semacam ini. Tapi itu berhasil membuat suasana semakin mengharu biru.

    Rio ada, Tante? tanyaku tanpa basa-basi saat seorang wanita paruhbaya berwajah sayu membukakan pintu untukku.
    Oh, Rio masih pergi. Sebentar lagi juga pulang. Ayo masuk dulu. Wanita itu membuka pintu rumahnya lebih lebar kemudian memberi isyarat padaku untuk masuk.
    Aku mengikutinya. Rumahnya sangat sepi, hanya terdengar suara dentingan piano dari kaset tua yang mulai rusak. Musik klasik, aku rasa. Aku duduk di ruang tamu di dekat pintu masuk. Ada banyak sekali foto Rio sedang memeluk piala kejuaran di sini. Tidak heran dia bermain piano dengan sangat sempurna, dia sudah sangat berpengalaman.
    Tante buatkan minum dulu ya. Wanita itu masuk dan meninggalkanku sendirian di ruang tamu.
    Sudah hampir lima belas menit dan wanita itu tidak juga keluar. Aku hanya menghibur diri dengan menatap langit-langit rumah yang mulai penuh dengan bercak-bercak cokelat hasil karya rembesan air hujan.
    Aku langsung menoleh ke arah pintu masuk saat mendengar ada suara seseorang yang berusaha membukanya. Aku harap itu Rio, karena aku masih harus menyelesaikan banyak tugas hari ini. Ditambah lagi, aku belum menyiapkan apa-apa untuk resital besok.
    Seorang lelaki yang usianya tidak jauh berbeda dari wanita tadi, masuk dengan teburu-buru dan langsung melongo saat melihatku sedang menatapnya.
    Maaf, ade siapa ya? tanya lelaki itu tanpa basa-basi.
    Oh, saya temennya Rio, Om. Kata Tante saya suruh nunggu di sini aja, sebentar lagi Rio pulang.
    Wajah lelaki itu langsung berubah drastis. Dia meletakkan kopernya di atas meja yang ada di ruang tamu kemudian berdiri tepat di sampingku.
    Temen Rio? 
    Iya, hari ini dia nggak berangkat latihan buat resital besok, Om. Jadi saya mampir ke sini. Melihat wajah lelaki itu yang terlihat semakin bingung, aku langsung menambahkan, saya nggak salah rumah kan? Rio yang itu. Aku menunjuk salah satu foto Rio yang terpampang di ruang tamu.
    Ade bisa ikut saya sebentar? Kita langsung ke tempat Rio aja, daripada ade nunggu lama.
    Sebenarnya aku sedikit ragu. Terutama karena aku sudah berjanji pada wanita, yang sekarang aku yakin adalah mama Rio, untuk menunggunya di sini. Tapi papa Rio ada benarnya juga, aku tidak mau menunggu lebih lama.

    Aku menyelesaikan deretan nada terakhir dan menutupnya dengan satu dentingan. Suara tepuk tangan yang menggema ke seluruh aula membuatku tersadar dari lamunan. Itu hanya imajinasi? Atau aku benar-benar melakukannya. Deretan nada-nada yang selama ini mengganggu pikiranku. Aku berhasil menguasainya.

    Sudah dua tahun. Kata lelaki itu.
    Aku hanya diam. Dia salah tempat atau apa?
    MARIO TUNGGA PUTRA
    LAHIR 12-04-1993
    MENINGGAL 3-05-2010
    Aku hanya diam menatap tulisan itu. Seolah-olah aku telah kehilangan kemampuanku membaca. Itu namanya. Ya, dia pernah memperkenalkan nama lengkapnya. Tapi itu dua tahun yang lalu. Dan aku baru saja melihatnya dua hari yang lalu. Apa dia punya saudara kembar?
    Kecelakaan. Dia pamit untuk berangkat latihan waktu itu. Tapi dia nggak pernah pulang. Ibunya masih menunggu Rio untuk pulang.
    Aku berusaha mengurutkan jalan ceritanya. Dia berlatih untuk resital dan tidak pernah pulang? Mama Rio masih tetap berharap sampai sekarang? Kenapa aku tidak menyadarinya? Kenapa aku tidak menyadari wajahnya yang selalu terlihat sepucat es?
    Rio ingin sekali tampil di resitalnya sendiri. Dia sudah mempersiapkan lagunya sendiri. Berbulan-bulan dia menyiapkan lagu itu. Tapi yah, mau bagaimana lagi, takdir bekata lain.

    Sesuatu yang tertunda. Sejak awal aku tahu makna itu yang ingin dia sampaikan dengan lagunya. Lagu itu harus menunggu selama dua tahun. Meskipun sampai detik ini aku belum menemukan alasan kenapa dia menghilang pada hari terakhir latihan. Apa dia ingin aku tahu yang sebenarnya? Bahwa dia sudah meninggal? Bahwa dia hanya ingin lagunya tersampaikan? Yang aku tahu aku sudah berhasil memainkan lagu itu di depan kedua orang tua Rio. Meskipun Rio hanya bisa menatap mereka dari sudut tergelap aula, aku tahu dia sudah bisa tenang sekarang.

    #FIKSI


  7. kau pernah ada

    Wednesday, October 3, 2012

    kau seperti memiliki dua sisi hati yang tak bisa ku pahami
    kau ada, lalu kau pergi
    aku tak pernah bisa menggenggammu dengan pasti
    kau seperti ombak yang siap menghanyutkan kapan saja, menguburku hidup-hidup
    kau ada, lalu pergi
    aku tak tahu pasti
    kau kah yang ada di hati ini?
    karena kau selalu ada, lalu pergi

  8. laguku

    Tuesday, October 2, 2012

    memainkan sebuah nada dalam hidup...menekan satu per satu tuts piano yang hitam putih. seperti itulah kehidupan. hitam dan putih selalu berdampingan. keseimbangan membuatnya terdengar harmonis. apa berlebihan jika aku ingin laguku menjadi yang terindah? apa salah jika aku ingin memainkan deretan nada-nadaku dengan sempurna? alunan lagu ini tidak akan pernah berhasil tanpa seseorang yang memainkannya. aku membutuhkanmu...