Rss Feed
  1. FAC

    Saturday, December 1, 2012

    hhmm....juara 2...not bad huh? jadiii ceritanya mau pamer cerpen yang kemaren dapet gelar itu nih...hehehehe...enjoy! ^.^


    Sub tema: Sumber inspirasi
    KAMERA, MAMAK
    Aku masih menatapnya dengan jelas. Dari tempatku berdiri sekarang. Lantai lima gedung pameran di salah satu negeri adidaya, Amerika. Aku masih di sini. Menatap payung berwarna-warni bergerak melindungi pembawanya dari tetesan-tetesan air hujan sore ini.
    Begitu cepat waktu berlalu. Secepat aku mengedipkan mataku. Gedung-gedung tinggi di depanku membuatku sedikit ragu. Apa aku bermimpi?
    ***
    Aku masih memperhatikan gerakannya yang terlihat sangat lincah. Mengabadikan berbagai momen yang dia rasa penting. Dan hasilnya pun luar biasa indah. Aku bisa melihat gambar teman-temanku yang sedang tertawa sampai menangis.
    Bang, aku juga mau punya gambar-gambar seperti itu. Aku merengek pada Bang Dhika yang saat itu sedang sibuk melihat hasil jepretannya. Dia adalah anak orang kaya di kampungku. Setahuku dia satu-satunya pemuda di kampungku yang belajar di universitas.
    Bang Dhika meletakkan kameranya yang berwarna hitam mengkilat itu kemudian mengusap rambutku dengan lembut. Alih-alih mengajariku menggunakan kameranya yang sepertinya sangat mahal, dia malah menggandengku ke gudang rumahnya. Dia mengambil beberapa kaleng dan barang-barang lain yang aku tidak tahu apa gunanya.
    Kalau kamu mau, kamu harus belajar dengan sesuatu yang lebih sederhana dulu.
    Sepanjang siang aku menghabiskan waktuku berjongkok di samping Bang Dhika yang sedang sibuk membuat sesuatu. Aku tidak tahu apa itu. Tapi aku menurut saja dan manggut-manggut sekenanya saat Bang Dhika menyebutkan langkah-langkah untuk membuat sesuatu itu.
    ***
    Hujan sore ini masih terus berlanjut. Beberapa orang di luar sana memutuskan untuk menyerah melawan hujan dan berteduh di bawah atap kedai kopi atau toko buku yang berjajar di pinggir jalan. Rambut-rambut pirang mereka membuatku merasa asing.
    Aku langsung menoleh saat merasa ada yang menepuk pundakku.
    These photos are great! You are really talented, Doni.
    Thank you.” Aku hanya menjawab seadanya. Bahasa Inggrisku tidak terlalu lancar, tapi paling tidak aku masih bisa memahami percakapan semacam itu.
    Mr.Josh adalah salah satu penyumbang dana dalam acara pameran ini. Aku bersyukur bisa mengenalnya. Dan aku bersyukur karena begitu banyak orang yang mau membantuku.
    ***
    Kamera lubang jarum. Kata Bang Dhika, itu nama sesuatu yang dari tadi dia buat. Dia menunjukkan padaku bagaimana cara menggunakannya. Bagaimana cara mengabadikan momen-momen yang penting dan berarti. Bagaimana membuat sebuah gambar menjadi terasa hidup dan bernyawa. Dia mengajariku semua itu. Meskipun aku tidak benar-benar tahu apa artinya. Tapi aku senang karena Bang Dhika memberiku sebuah kamera sederhana itu.
    Sana, cari objek fotomu, kata Bang Dhika saat menyerahkan kamera itu padaku.
    Aku langsung berlari ke rumah. Rumah gubuk tempat aku tinggal bersama Mamak. Aku langsung mengambil gambar objek pertamaku. Mamak sedang mencuci pakaian lusuh yang hanya beberapa potong sambil bersenandung. Aku senang saat Mamak bersenandung, jadi aku ingin mengabadikannya dengan kameraku. Aku memotretnya sampai beberapa kali sampai akhirnya Mamak menyadari keberadaanku.
    Doni sedang apa kamu di situ? Lebih baik bantu Mamak mencuci sini.
    ***
    Aku melirik jam tangan Rolex yang melingkar di tangan kiriku. Sudah pukul empat lewat. Aku memandang seisi ruangan. Sudah ada banyak orang berdatangan untuk melihat foto-foto yang digantung sempurna pada dinding. Lengkap dengan cahaya lampu mercuri yang menambah kesan elegan pada masing-masing foto.
    Aku kembali menatap hujan di luar sana. Tetesan-tetesan airnya bertambah besar. Membuat beberapa payung bergerak-gerak semakin cepat melewati jalanan di bawah sana. Aku melewati jalanan itu tadi pagi. Jalanan yang dulu terasa sangat asing bagiku. Jangankan membayangkan bisa melewatinya, mencari tahu namanya pun aku tidak berani.
    ***
    Bang Dhika, aku juga mau punya gambar Mamak di kamarku.
    Aku baru menyadari Bang Dhika harus memiliki kesabaran ekstra untuk menghadapiku yang selalu merengek dalam segala hal. Bukannya memarahiku karena mengganggu belajarnya, dia malah tersenyum dan menggandengku ke sebuah kamar sempit dengan penerangan lampu warna merah.
    Mana kameramu. Kamu sudah memotret Mamakmu dengan kamera itu kan?
    Beberapa hari yang lalu aku memang bercerita pada Bang Dhika tentang objek pertamaku. Mamak yang sedang mencuci sambil bersenandung.
    Bang Dhika mengeluarkan sesuatu dari dalam kameraku. Kamera sederhana yang terbuat dari kaleng susu bekas. Aku sudah menandai kamera itu dengan namaku, jadi tidak boleh ada orang lain yang memakainya. Selain Bang Dhika tentu saja, karena dia yang memberikannya padaku.
    Aku tidak bisa melihat apa yang sedang dilakukan Bang Dhika karena mejanya terlalu tinggi. Aku yang masih berumur tujuh tahun hanya bisa mencapai meja setinggi satu meter. Sedangkan meja yang dipakai Bang Dhika sepertinya sangat-sangat-sangat tinggi. Aku hanya bisa melihat Bang Dhika menjepitkan kertas-kertas bergambar Mamak pada sebuah tali panjang di atas kepalanya.
    Itu gambar Mamak! Aku berteriak-teriak penuh semangat. Akhirnya aku bisa melihat gambar Mamak saat sedang bersenandung.
    ***
    Aku merogoh saku jas yang aku pakai. Meraih selembar kertas yang tersimpan di dalamnya. Aku menariknya keluar dan menatap gambarnya lekat-lekat. Aku masih menyimpan foto pertamaku. Gambarnya sudah sedikit pudar karena waktu. Tapi sosok Mamak dalam foto itu masih bisa aku lihat dengan jelas.
    Mamak selalu bekerja keras untukku. Apa lagi setelah bapak meninggal 15 tahun yang lalu. Mamak mulai semakin repot bekerja untuk membiayai hidup kami. Aku memutuskan untuk berhenti sekolah meskipun Mamak memaksaku untuk tetap sekolah agar menjadi orang pintar seperti Bang Dhika. Beliau ingin aku kuliah. Balajar di universitas. Untuk apa? Mamak selalu menjawab agar aku tidak hidup sepertinya. Selalu luntang-lantung tidak tahu arah. Tidak tahu akan seperti apa hidupnya besok. Tapi aku ingin seperti Mamak. Bukan Mamak yang hidup susah. Tapi Mamak yang menghadapi kesusahannya dengan keikhlasan. Itu sebabnya aku sangat senang saat Mamak bersenandung kemudian tersenyum. Karena itu membuatku melupakan kesusahan kami.
    ***
    Sudah sepuluh tahun aku berkutat dengan kemera. Bang Dhika masih setia mengajariku banyak hal meskipun sekarang dia sibuk bekerja dan mengurus keluarganya. Anaknya lucu-lucu. Ada tiga gadis cilik yang selalu menyambutku setiap kali aku berkunjung ke rumahnya. Kamera Bang Dhika yang dulu dipakainya, sekarang diwariskan padaku. Aku sangat senang saat Bang Dhika memberiku kamera itu. Kamera hitam kecil dengan lensa yang cukup besar. Kamera pertama yang aku lihat dulu.
    Aku mulai fokus pada objek yang lebih luas. Meskipun Mamak masih tetap menjadi objek utamaku. Garis-garis di wajahnya terlihat semakin jelas dengan kamera yang lebih canggih ini.
    Hari Minggu 12 Oktober 2008. Bang Dhika datang ke rumahku besama ketiga anaknya.
    Wah, ada apa, Bang? Tumben rame-rame ke sini?
    Bang Dhika hanya tersenyum sekilas kemudian mengeluarkan selembar kertas dari saku celananya.
    Ini, buat kamu. Foto kamu bagus-bagus lho, Don. Coba kirim foto-foto kamu.
    Aku hanya mendongak menatap wajah Bang Dhika yang terlihat sangat mantap. Aku membaca ulang brosur yang diberikan Bang Dhika barusan. Lomba fotografi. Aku tidak pernah mengikuti hal semacam itu. Aku hanya pernah membaca beberapa brosur-brosur lomba yang ditempel di tiang-tiang listrik di jalanan kota.
    Ikutlah. Siapa tahu ini rejekimu.
    Bagaimana kalau kalah? Aku hanya anak gembel kampung yang beruntung bisa mengenal Bang Dhika. Dia yang sudah mengajariku banyak hal. Aku tidak cukup berani untuk berharap lebih.
    Jadikan itu pengalaman. Dalam setiap lomba memang harus ada yang menang dan ada yang kalah kan? Yang penting bagaimana kita memanfaatkan kesempatan yang ada.
    ***
    Aku kalah waktu itu. Tapi Bang Dhika benar. Aku menjadi lebih tertantang saat melihat hasil karya para pemenang. Aku juga bisa melakukan hal hebat seperti itu kan? Bukankah Bang Dhika sudah menjadi perantara yang sangat luar biasa?
    Aku menoleh ke arah pintu utama. Pintunya yang besar bergerak mengayun ke dalam. Menciptakan celah yang cukup lebar untuk dilewati dua orang. Aku langsung berjalan ke arah pintu. Memeluk orang yang sedari tadi aku tunggu. Akhirnya!
    Bang Dhika menuntun Mamak memasuki ruang pameran. Aku ingin sekali menjemput mereka di bandara tadi, tapi Mr.Josh melarangku untuk meninggalkan ruang pameran ini. Ada beberapa tamu yang ingin menanyakan banyak hal padaku, katanya.
    “Bagaimana perjalanan ke sini, Mak?” Aku membimbing Mamak duduk di salah satu sofa yang ada di ujung ruang pameran.
    “Mamak pusing lihat ke bawah, Don. Tinggi sekali pesawat itu. Untung ada Dhika yang ngajak Mamak ngobrol. Kalau tidak Mamak pasti sudah pingsan.”
    Mau tidak mau aku tersenyum mendengar jawaban Mamak yang sangat polos. Mamak baru pertama kali naik pesawat. Kabarnya Bang Dhika harus membujuknya selama satu jam penuh agar mau naik pesawat. Bahkan beberapa pramugari sempat kerepotan saat Mamak mendadak minta turun saat pesawat sudah mengudara. Tapi sepertinya Bang Dhika berhasil meyakinkannya agar tetap duduk tenang sampai di sini.
    “Tapi Mamak senang bisa ke sini, Don. Melihatmu menjadi orang sukses seperti ini.” Aku hanya tersenyum saat Mamak mengatakan itu. Mamak yang membuatku seperti ini.
    Beberapa tamu mendekat dan bersalaman dengan Mamak. Kebanyakan dari mereka langsung menyanjungnya dalam bahasa Inggris. Mamak manggut-manggut saja meskipun tidak mengerti apa yang mereka katakan.
    “Anda adalah model yang sangat luar biasa!” kata salah satu tamu yang berusaha keras mengucapkan sanjungannya dalam bahasa Indonesia.
    Wanita itu mengarahkan tangannya pada seluruh foto yang tergantung pada dinding ruang pameran ini. Seluruh foto yang berisi gambar Mamak. Dimulai dengan salah satu foto pertamaku. Foto saat Mamak sedang bersenandung dan tersenyum.
    End




  2. intip intip "a bucket of love"

    Thursday, November 29, 2012

    dengerin lagunya adrian martadinata yang "ku ingin kau tahu" jadi nggak tahan pengen cerita-cerita, istilah kerennya "sneak peak" tentang "a bucket of love"
    yup, itu proyek terbaru saya...
    jadi rencananya nanti si ADIT ini kan kuliah di luar negeri, tapi dia nggak sempet bilang ke NADIRA kalo dia tuh saayaaaaang banget sama dia, soalnya waktu SMA dia lagi pengen fokus sama masa depannya. nah, kehidupan di Semarang pun nggak jauh berbeda, NADIRA yang notabene sudah menjadi adik BASTIAN (mantan pacarnya), masih tetep mikirin ADIT. sampai akhirnya ADIT pulang ke Semarang dan nemuin NADIRA. akhirnya dia ngaku kalo dia udah sayang sama NADIRA sejak pertama kali ketemu. hhmm...kurang lebih gini nih BLURB-nya cerita ini:


    aku jatuh cinta padanya, bahkan sejak pertama kali dia menggenggam tanganku
    aku jatuh cinta padanya, bahkan sejak pertama kali dia menggangguku
    aku jatuh cinta padanya, bahkan sejak pertama kali dia memutuskan untuk duduk di sampingku
    aku jatuh cinta padanya, bahkan sejak pertama kali dia tersenyum padaku
    aku jatuh cinta padanya dengan begitu mudah...
    karena cinta, begitu sederhana....

    ^.^ wish me luck!

  3. english center

    Friday, November 16, 2012

    ini desain terbaru, hahahahaha


  4. LABORATORIUM OH LABORATORIUM

    Tuesday, November 6, 2012

    sampai sekarang, hmm, sampai detik ini lebih tepatnya masih suka "ngenes" kalo keinget laboratorium universitas yang pernah saya kunjungi. itu bener-bener membuat minder setengah mati. laboratoriumnya teramat sangat besar dan peralatannya lengkap banget banget banget. sempet putus asa pas liat di laboratorium ada model tembok. ada juga laboratorium yang ada model bendungan dan model sungainya. yah, meskipun itu memang fasilitas untuk yang menempuh pendidikan S2 dan S3, tapi tetep aja kan, itu artinya siapa pun yang mau melanjutkan pendidikan di situ sudah terjamin kelengkapan infrastruktur kampusnya. kalo dibandingin sama laboratorium kampus saya, beuh jauh banget. udah kayak langit sama bumi deh. yah, meskipun saya yakin secara kurikulum, fasilitas yang ada sekarang memang sama dengan materi untuk yang menempuh pendidikan S1. tapi dari segi kelayakan, saya rasa masih sangat kurang. terutama untuk ukuran laboratorium yang supersempit sampai harus "empet-empetan" kalo praktikum. itu bikin gerah. hhmm...yang menjadi masalah kedua adalah "laboran"nya yang sangat mendominasi laboratorium. jadi berasa itu laboatorium cuma punya dia -_-" setiap praktikum semua alat selalu udah di set. bahkan semua alat dan bahan, jadi sebagai mahasiswa kita cuma tau nimbang dan nyatet. itu adalah kondisi yang sangat buruk untuk sebuah praktikum. perasaan pas SMA dulu jauh lebih aktif deh siswanya. mahasiswa harusnya nggak cuma dikasih teori. tapi cukup diberi contoh dan biarkan berkreasi. nggak melulu disuapin. kapan aktifnya kalau begitu? jadi sangat penasarn apakah sistem seperti itu hanya tejai di kampus saya atau memang di semua universitas menerapkan sistem seperti itu? kalau memang sistem yang "disuapin melulu" itu adalah sebuah sistem yang wajar, itu artinya dari diri mahasiswanya sendiri yang harus aktif coba-coba di luar kampus biar tau cara kerja mesin-mesin atau alat-alat yang selama ini menghuni laboratorium-laboratorium kampus.
    sebenarnya untuk merubah sistem ini harus dimulai dari seluruh pihak terkait yang ada di kampus itu. mulai dari dosen, mahasiswa, staff dan para laboran tentunya. yang sering membuat "gemes" adalah sang laboran seringkali tidak memberikan penjelasan yang cukup detail jika ditanya. karena terlalu sering "dicekoki" mahasiswa jai cenderung manja dan suka malas-malasan. padahal praktikum adalah salah satu gambaran nyata dari ilmu yang selama ini dipelajari. tapi jika saat praktikum saja mahsiwa hanya diberi teori, bagamana bisa mahasiswa menerapkan ilmunya? paling-paling ilmunya itu baru bisa diaplikasikan pas praktikum lapang ke perusahaan-perusahaan atau magang. itu pun berarti mahasiswa terpaksa menerawang sendiri gambaran penerapan ilmunya. dan itu berarti di saat yang lain (dengan asumsi di universitas lain menerapkan sistem praktikum mandiri dan dengan peralatan yang lebih lengkap) sudah bisa--istilahnya mengembangkan kemampuannya--kita baru mulai belajar berdiri. di saat yang lain sudah berlari, kita baru mulai lancar berjalan. sempat merasa sangat hopeless dan sedikit menyesal, tapi sepertinya menyesalpun nggak akan menambah fasilitas laboratorium, betul? jadi alangkah baiknya jika rasa minder itu dijadikan sebuah motivasi untuk mengejar yang sudah berlari. meskipun fasilitas laboratorium benar-benar kurang dari kata layak dan laboran yang selalu "mencekoki" dan ogah memberikan informasi lebih detail tentang cara kerja alat laboratorium, tapi masih ada fasilitas mutakhir yang namanya internet sodara-sodara! jai daripada sibuk download film dan lagu-lagu jaman sekarang, mending sering-sering browsing tentang pengaplikasian ilmu yang kita pelajari. jadi kalo udah dilepas ke dunia luar, kita nggak buta-buta amat. paling nggak kita tau nama alat-alat yang selama ini menemani kita di laboratorium ya, hehehehe. tetap semangat! semangatmu hari ini menentukan masa depanmu esok! (quote of the day ^.^)





  5. HIBERNASI

    Monday, November 5, 2012

    hoooaaaahhmm....udah berapa abad nggak buka blog? hahahahaha
    sepertinya sindrom stress ujian masih menggelayuti ya? jadi males ngapa-ngapain....pengennya tidur-tiduran...males-malesan dan mimpi indah, hahahaha...
    but, I'm back! try to find fresh ideas and share them to you guys! ^.^
    tapi sekarang sih lagi fokus sama proyek papa (yang belum beres2 dari jaman purba) dan beresin novel terbaru (ciieeee, emang yang lama udah pada terbit? hahahaha) a bucket of love....untuk para penggemar setia saya (kakak, mama, om, tante, hahahaha) tunggu yaaaaa.... :D

  6. proyek

    Tuesday, October 23, 2012

    beberapa hari yang lalu dapet proyek dari papa disuruh bikin desain rumah...hmm...jadi iseng-iseng bikin deh denahnya. gini nih
    nah, itu baru denah. ternyata papa minta tolong temennya juga buat bikinin versi 3D nya...hmm...jadi merasa tertantang buat bikin sesuatu yang lebih bagus. jadi dibela-belain "mantengin" tutorial google sketchup meskipun lagi ujian biar bisa bikin versi 3D yang luar biasa. I'll take the challenge Mr-who-ever-you-are just wait! hahahaha!

  7. HGTU

    Sunday, October 21, 2012




    jadiii...ini hasil fieldtrip ke UGM kemaren....luar biasa lab-nya...jadi pengen pindah T.T
    liat aja, terfasilitasi banget ini lab. lab struktur, sampe bisa bikin model tembok dan uji tekan. lab hidrolika sampe bisa bikin model pantai dan model bendungan T.T
    miris sekali kalo dibandingin sama lab di kampus. di lab struktur cuma ada UTM sama saringan agregat T.T lab hidrolika juga sempitnya minta ampun. cuma bisa liat lonjakan hidrolik air...hhh...tapi ya sudahlah, mungkin memang harus belajar ekstra. ternyata diakui di kampus sendiri bener-bener belum cukup. harus berusaha lebih biar bisa diakui sama seluruh universitas. keep fighting!


  8. Janji

    Monday, October 15, 2012

    tidak. aku sama sekali tidak menangis. aku hanya menatap punggungnya yang semakin menjauh. aku menatapnya hambar. bukankah itu sudah biasa? ketika aku merasa dekat dengan seseorang, dia akan pergi. dia tidak ada bedanya kan? dia hanya sebuah cerita di antara sekian banyak judul yang ada. dia bahkan tidak singgah lama. meskipun waktu yang singkat itu sudah cukup untuk menciptakan kenangan yang begitu indah. aku masih manatapnya. berharap dia mengurungkan niatnya dan kembali. tetapi tidak. dia terus berjalan. melangkah dengan mantap meninggalkanku. itu jawabannya. dia menyerah.

    Nih, tutup lukanya biar nggak infeksi. dia menyerahkan sebuah sapu tangan kotak-kotak seperti milik ayahku.
    aku hanya bengong menatapnya mengulurkan sapu tangan ke arahku. dia tidak kalah bingungnya menatapku. mungkin dia pikir aku ini cewek idiot yang neuronnya bekerja dengan sangat lambat dalam memproses informasi sampai dia harus mengulang kata-katanya.
    luka kamu lumayan parah. bersihin pake air terus tutup pake ini biar nggak infeksi.
    bukan itu yang membuatku bingung. sudah satu tahun aku tergabung dalam ekstrakurikuler PMR tentu saja aku tahu hal-hal semacam itu. yang membuatku terus diam sampai saat ini adalah, siapa orang ini? dia datang dari mana? cowok kurus tinggi yang memakai seragam OSIS yang masih terlihat baru.
    aku rasa kesabarannya sudah habis karena dia langsung berjongkok di depanku kemudian meraih botol minum yang sedari tadi hanya aku genggam. Dia membuka tutupnya perlahan kemudian menyiram luka menganga di lututku. aku tidak melihat ada batu besar di tengah jalan, ban sepedaku melindasnya dan aku langsung terjungkal dan lututku menggesek aspal jalanan. dengan sangat cekatan dia mengikatkan saputangannya ke lututku.
    Lain kali ati-ati kalau naik sepeda. dia berdiri, memungut batu besar sialan itu kemudian membuangnya ke selokan. dia mengambil sepedaku kemudian menuntunnya ke arahku.

    aku masih menatapnya. sesekali dia membenarkan posisi ranselnya yang melorot saat dia berjalan cepat. apa dia begitu ingin meninggalkanku? aku masih menatapnya. berharap lebih tepatnya. bukankah dia yang selama ini memberiku penjelasan tentang sebuah harapan? sebuah harapan yang sudah selayaknya dipertahankan. karena sebuah harapan adalah keyakinan yang akan mengisi kehidupanmu. lalu kenapa sekarang dia memupuskan harapanku? harapan untuk bersamanya.

    aku melihatnya lagi. tepat setelah pertengkaranku dengan Doni. ya, dia ada di sana. berdiri mematung, menatapku dengan tatapan kosong. aku langsung mengahpus air mataku dan bersiap menghindar saat tiba-tiba dia meraih tanganku.
    nggak usah nangisin orang kayak dia. dia tahu apa?! ini hidupku! kenapa dia selalu muncul di saat seperti ini? memangnya siapa dia?
    aku langsung menghentakkan tanganku sampai terlepas dari genggamannya. berlari menjauh dari orang aneh yang sok tahu.

    dia yang mengajarkanku untuk tidak menangis. dia yang bilang kalau air mataku terlalu berharga untuk dibuang-buang. dia bahkan tidak pernah mengijinkanku menangis untuknya. untuk apa? karena dia selalu berusaha membuatku tersenyum. dan aku belum berterima kasih untuk semua hal yang sudah dia lakukan padaku.

    mau? tiba-tiba ada yang menyodorkan es krim coklat ke arahku saat aku masih menunggu bus yang akan membawaku pulang ke rumah. aku masih belum terlalu yakin untuk bersepeda lagi ke sekolah. lututku masih sering terasa sakit untuk bergerak, apa lagi mengayuh sepeda.
    aku menoleh, menatap pemilik tangan itu. tangan yang menyodorkan es krim itu. aku melihatnya lagi. sejak kapan dia tahu aku penggila es krim coklat? atau dia hanya asal?
    masih suka kan? pertanyaannya membuatku melotot kaget. dia tahu?
    beberapa detik kemudian dia menarik tangannya kemudian tersenyum tipis.
    kamu lupa. kalau maksudnya dia yang menolongku saat jatuh dari sepeda, tentu saja aku ingat. aku bahkan masih menyimpan sapu tangannya. belum sempat mengembalikannya.
    udah 10 tahun, huh? aku pikir kamu bakal inget kalau ketemu, ternyata nggak. maaf ya. aku memperhatikan wajahnya lagi. menatap setiap detail yang mungkin akan mengingatkanku padanya. siapa dia?

    dia berhenti melangkah. saat itu. detik itu. jantungku berdegup semakin kencang. benar-benar berharap dia berbalik ke arahku. aku bisa melihatnya menarik nafas dalam dari sini. aku terlalu hafal gerak-geriknya untuk tidak menyadari itu. dia selalu melakukan itu jika gugup. aku masih menunggunya. tapi dia hanya diam.

    kamu janji bakal jagain aku selamanya? aku teringat pertanyaan itu. pertanyaan yang terlontar dari seorang bocah berumur tujuh tahun. seorang bocah yang benar-benar ketakutan. tapi saat itu ada dia. dia yang dengan begitu gagah berani menyingkirkan sarang lebah yang membuatku ketakutan setengah mati.
    aku bisa mengingat detail wajahnya. matanya yang telihat sipit, alisnya yang hitam tipis, hidungnya yang mancung. semuanya terlihat berbeda. aku rasa wajar jika jika aku tidak mengenalinya sekarang. dia terlihat lebih kurus, tapi dia masih memiliki tatapan teduh yang sama. tatapan yang meyakinkanku bahwa dia akan selalu bersamaku. menjagaku.
    dia hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan polosku. tentu saja dia tidak benar-benar menepati janjinya, karena tiga hari setelah itu dia pindah ke Singapura bersama keluarganya. meninggalkanku sendiri. tanpa penjagaan.

    aku masih menatapnya hambar. tanpa ekspresi. aku tidak tahu harus bagaimana. dia pernah pergi sebelum ini. pastinya tidak akan jauh berbeda keadaannya. aku ingin dia bahagia. aku tidak ingin dia berjuang terlalu keras hanya untukku.

    aku udah janji bakal jagain kamu kan?
    aku ingat tatapan mata itu. dia kembali. setelah 10 tahun dan dia kembali. dia menatapku lagi. tatapannya lebih tajam sekarang. wajahnya terlihat lebih tegas. entah sudah berapa banyak janji yang dia ucapkan, tapi dia masih mengingat janji yang itu. janji yang sebenarnya tidak aku maksudkan untuk jadi kenyataan. ternyata dia menepatinya.
    maaf aku baru datang sekarang. aku hanya menatapnya tanpa suara. tersenyum menatapnya merasa sangat bersalah. wajah anak-anaknya sudah digantikan wajah dewasa yang sangat menakjubkan.

    dia masih saja diam. tidak mengambil keputusan apa pun. ingin sekali aku berlari menghampirinya. memohon agar dia tidak pergi lagi. bukankah dia sudah berjanji? tapi egoku bukan satu-satunya hal yang harus dituruti. dia juga punya kewajiban. kewajiban untuk menuruti kata-kata orang tuanya.

    dua tahun sejak pertemuan kami. meskipun awalnya terasa canggung untuk menerimanya sebagai teman masa kecilku, tapi akhirnya perasaan itu kembali muncul. perasaan yang sempat tertimbun lama. perasaan yang sempat tertutup kekecewaan atas kepergiannya dulu.
    dia berdiri kaku di depan pintu rumahku. kemeja putih yang membalut tubuhnya terlihat sangat lusuh. sepertinya dia terburu-buru datang kemari sampai dia tidak sempat memilih pakaian yang lebih rapi. aku mempersilakannya masuk tapi dia hanya mematung. dia meraih tanganku saat aku berbalik untuk masuk.
    kamu tahu aku nggak pernah berniat buat ingkar janji kan? dia terlihat sangat ketakutan.
    sekarang kamu ada di sini kan? bagaimana bisa aku meragukannya. dia sudah berusaha menepati janjinya dengan kembali ke sini kan?
    gimana kalau tiba-tiba aku ngecewain kamu? 
    kenapa sih?
    dia hanya diam. ketakutan jelas terlukis di wajahnya. wajah yang biasanya tersenyum sekarang terlihat suram. hal buruk apa yang dia hadapi? apa yang membuatnya berpikir dia akan mengecewakanku?
    dua hari setelah kedatangannya itu, aku tahu. aku tahu kenapa tiba-tiba dia seperti itu. dia dipaksa kembali ke Singapura. orang tuanya sudah mengatur perjodohannya dengan salah satu putri mitra kerjanya. aku tahu dia berusaha menolak. tapi pada akhirnya dia tetap harus mematuhi kata-kata orang tuanya. dia anak yang baik kan? hanya karena dia mengecewakanku bukan berarti dia bersalah sepenuhnya. dia hanya berusaha untuk membahagiakan dua pihak yang berlawanan.

    di sinilah semuanya berakhir. aku menatapnya pergi. menatapnya berjalan mantap melewati bagian pengecekan tiket. dia akhirnya pergi. dia hanya kembali sekejap. terkadang aku pikir untuk apa dia kembali jika akhirnya dia hanya akan pergi lagi? tapi bukankah jika dia tidak kembali aku tidak akan tahu arti ketulusan? dia begitu tulus dengan kata-katanya. dia hanya ingin menjagaku. itu yang dia janjikan dulu. tidak seharusnya aku menuntut lebih sekarang. meskipun aku tetap berharap. berharap dia kembali. untukku. hanya untukku.



  9. memories

    Friday, October 12, 2012

    Memangnya kenapa kalau sesekali aku mengingatnya? Aku rasa itu wajar selama apa yang aku ingat memang tepat sama dengan apa yang terjadi. Iya kan?
    Memang apa yang salah dengan sedikit tambahan pada kenanganmu? Hanya agar kenanganmu terasa sangat keren?
    Terkadang aku membayangkan dia datang dan membawakan bunga untukku, meskipun sebenarnya membawakan sejumput rumput liar pun tidak pernah. Kadang aku membayangkan dia menyanyikan sebuah lagu romantis di depan jendela kamarku, padahal bersenandung di dekatku pun tidak pernah.
    Sedang apa dia di sana? Aku sering membayangkan dia sedang memikirkanku juga, melamun di meja belajarnya sambil menatap foto kami berdua. Memang apa salahnya membayangkan seperti itu?
    Kalian tah? Yang sebenarnya terjadi jauh lebih rumit dari apa yang aku bayangkan. Itu sebabnya aku sangat malas untuk membayangkan kejadian yang sebenarnya.
    Nggak jajan? Untuk yang satu itu, dia benar-benar menanyakannya.
    Dia selalu menghampiriku saat jam istirahat. Dia duduk di sebelahku. Memainkan penggaris kayu panjang, membayangkannya sebagai sebuah samurai ninja yang sangat berbahaya. Aku suka saat dia seperti itu, aneh. Aku suka saat dia berdiri di belakangku. Badannya yang tinggi membuatku merasa sangat dilindungi.
    Nggak. Aku hanya menjawab singkat sambil terus memainkan game adventure yang ada di ponselku.
    Beberapa menit berlalu dengan sangat sepi, tapi dia selalu saja berhasil menemukan topik pembicaraan yang menarik perhatianku. Kalian tahu? Caranya bercerita membuatku merasa sangat nyaman. Dia selalu duduk menghadapku, membuatku merasa jadi satu-satunya pusat perhatian di sana.
    Aku rasa perasaan itu akan tumbuh sempurna jika keadaannya memang sesederhana itu. Kami dekat, aku suka padanya, dia suka padaku, beres! Tapi tidak. Keadaannya tidak pernah semudah itu kan? Kami dekat, iya. Aku suka paanya, iya. Dia suka padaku, aku rasa iya meskipun hanya sedikit. Beres? Tidak! Karena dia punya pacar waktu itu. Ya, itu yang membuatku merasa berada pada posisi yang super sulit. Anehnya aku merasa dia jauh lebih sering mengobrol denganku daripada pacarnya, meskipu setiap pulang sekolah mereka memang selalu bersama.
    Aku menatap jendela kamar, awan mendung yang tadi membuat kamarku terasa sangat gelap sekarang mulai pudar. Mulai kehilangan uap air karena sudah hujan di suatu tempat. Di sini, hanya angin yang terus menerus bertiup. Menggoyangkan pepohonan besar yang ada tepat di depan kamarku. Aku membayangkannya lagi. Masa-masa itu. Ya, masa di mana aku merasa telah menemukan seorang sahabat, kakak, dan orang iseng. Ya, dia orangnya. Dia tidak hanya selalu bercerita padaku, tapi dia juga mau mendengarkan ceritaku.
    Kamu nggak dingin? Pertanyaan yang membuatku merona tentu saja. Saat itu kami memang sedang dalam perjalanan ke pegunungan, refreshing sebelum ujian. Yah, saat itu hujan lebat dan dia menanyakan keadaanku. Kalian tahu? Keadaannya saat itu lebih parah! Dia kedinginan, basah kuyup sampai menggigil dan dia malah menanyakan keadaanku?
    Tapi sesuatu yang menyebalkan terjadi saat perjalan pulang. Kami bertemu dengan pacarnya. Dia marah besar! Aku tidak tahu persis kenapa, tapi dia merasa sangat marah karena beberapa hari sebelumya mereka bertengkar hebat. Kalian tahu apa yang aku pikirkan saat itu? Aku hanya ingin membuatnya tersenyum. Aku hanya ingin dia melupakan masalahnya.
    Sekarang mulai turun hujan. Ternyata tidak cukup hanya dengan menurunkan muatan di tempat lain. Awalnya hanya gerimis, tapi kemudian bertambah deras. Tetesan-tetesan air terlihat sangat rapat. Menerpa dedaunan sampai bergoyang-goyang tidak mau behenti. Aku membayangkannya lagi.
    Kebersamaan kami tidak berakhir sampai di sini. Tidak. Bahkan di saat hari kelulusan, kami tidak benar-benar berpisah. Dia masih terus bercerita tentang apa yang dia rasakan, tentang kekecewaannya. Aku merindukannya. Ya, aku rindu caranya menceritakan segalah hal. Aku rindu caranya menjelaskan segala hal yang tidak aku mengerti. Aku rindu saat dia tersenyum. Aku rindu saat dia menatapku dengan tatapan semua akan baik-baik saja. Apa sekarang dia baik-baik saja?



  10. lagu iseng

    Tuesday, October 9, 2012

    baru inget, ternyata pernah iseng-iseng bikinin lirik lagu buat temen yang punya band indie...kurang lebih gini nih lirik lagunya:


    NEVER DIE

    Can you see my tears?
    Can you even feel my broken heart?
    Everytime I see you with someone else...
    It hurts me, baby, it makes me fall apart...
    Reff:
    May be I made mistake
    But, can’t you see it?
    Even if I lose my mind...
    My love will never die

    Everytime I look into your eyes, I see the memory between us
    It’s not perfect, I know
    But, I can feel the love inside your heart
    Isn’t it enough for you to give me another chance?
    To show you how much I need you
    Reff:
    May be I made mistake
    But, can’t you see it?
    Even if I lose my mind...
    My love will never die

    I can feel the love inside your heart
    Isn’t it enough for you to give me another chance?
    ‘Cause my love will never die






  11. RESITAL

    Sunday, October 7, 2012

    Setiap dentingan nadanya mengalun dengan indah. Aku berusaha memainkannya dengan sempurna. Dengan tempo yang sesuai dan tepat sama dengan yang diinginkannya. Bukan, aku bukan terhipnotis atau apa pun. Hanya saja ada sesuatu dalam diriku yang membuatku merasa harus memainkan alunan nada-nada ini. Demi Rio, tentu saja. Ini adalah deretan nada-nada ciptaannya. Sebuah persembahan yang sengaja dia buat untuk resital pertamanya.

    Bagus juga, katanya saat kami pertama kali bertemu. Ya, kata-kata pertamanya itu membuatku merah padam. Belum pernah ada yang memuji permainan pianoku.
    Meskipun sekarang aku sudah hampir tiga minggu melatih kelihaianku bermain piano untuk resitalku minggu depan, tetap saja permainanku terdengar biasa-biasa saja. Sampai akhirnya dia datang dan mengucapkan dua kata itu.
    Dia duduk di sampingku dan mulai meletakkan jemarinya yang putih di atas tuts piano. Aku menurunkan tanganku, membiarkan dia bermain. Dalam hitungan detik jemarinya sudah bermain lincah di atas tuts hitam putih yang sepertinya sudah berkomplot dengannya untuk membuatku terpukau. Dia hebat. Sangat hebat.
    Bagus banget. Itu lagu apa? tanyaku penasaran setelah dia selesai bermain.
    Itu buatanku sendiri. Hhmm...terinspirasi dari Mozart sebenernya. Dia hanya terenyum sekilas

    Aku memejamkan mata untuk mengingat setiap detail perasaan yang dia tuangkan dalam lagu ini. Sesuatu yang tertunda. Ya, aku hanya ingin mereka mendengar lagunya. Tanganku masih terus menekan tuts piano dengan tempo yang semakin pelan, semakin dalam aku meresapi nada-nada ini, semakin jelas semua hal yang aku alami bersamanya.

    Ini lagu buat resital kamu? tanyaku tiga hari sebelum resital berlangsung.
    Iya. jawabnya singkat meskipun rona ceria yang tadi sempat mewarnai wajahnya sekarang lenyap.
    Kenapa? Apa lagu yang sudah sangat sempurna ini masih belum cukup untuk membuatnya menjadi seorang pianis ternama?
    Dia menggelengkan kepalanya sekali kemudian tersenyum, cuma takut mengecewakan.

    Aku menghafal satu per satu nadanya hanya dengan memoriku. Ingatan bahwa aku memang pernah mendengar nada-nada itu. Kombinasi nada yang akan membuatmu menangis bahkan jika lagu ini dimainkan pada sebuah pesta yang sangat meriah. Ada sesuatu dalam lagu ini yang membuat jantung serasa berhenti berdegup. Aku merasakannya. Aku merasakan keinginannya yang sangat kuat. Aku bisa merasakan pikirannya. Dia bersamaku. Aku tahu itu.

    Satu hari sebelum resital dan dia tak terlihat di tempat latihan. Kemana dia? mendadak hilang dan membiarkanku berlatih sendiri. Bukankah dia sudah berjanji akan menularkan ilmu masternya padaku agar aku bisa menyainginya pada resital nanti? Apa dia berubah pikiran dan memutuskan untuk berhenti mengajariku cara bermain piano secara profesional?
    Aku pernah mengikutinya sekali saat pulang latihan, jadi aku rasa aku bisa memastikan kecurigaanku sekarang dengan mengunjungi rumahnya. Aneh memang. Kami baru kenal satu minggu dan tiba-tiba aku muncul di depan pintu rumahnya untuk meminta penjelasan kenapa dia tidak datang latihan hari ini.

    Mengingat senyumnya yang lembut membuatku merasa lebih emosional lagi. Aku nyaris menangis saat mulai memainkan improvisasi yang baru-baru ini dia ajarkan padaku. Bahkan sebelumnya aku tidak tahu ada improvisasi semacam ini. Tapi itu berhasil membuat suasana semakin mengharu biru.

    Rio ada, Tante? tanyaku tanpa basa-basi saat seorang wanita paruhbaya berwajah sayu membukakan pintu untukku.
    Oh, Rio masih pergi. Sebentar lagi juga pulang. Ayo masuk dulu. Wanita itu membuka pintu rumahnya lebih lebar kemudian memberi isyarat padaku untuk masuk.
    Aku mengikutinya. Rumahnya sangat sepi, hanya terdengar suara dentingan piano dari kaset tua yang mulai rusak. Musik klasik, aku rasa. Aku duduk di ruang tamu di dekat pintu masuk. Ada banyak sekali foto Rio sedang memeluk piala kejuaran di sini. Tidak heran dia bermain piano dengan sangat sempurna, dia sudah sangat berpengalaman.
    Tante buatkan minum dulu ya. Wanita itu masuk dan meninggalkanku sendirian di ruang tamu.
    Sudah hampir lima belas menit dan wanita itu tidak juga keluar. Aku hanya menghibur diri dengan menatap langit-langit rumah yang mulai penuh dengan bercak-bercak cokelat hasil karya rembesan air hujan.
    Aku langsung menoleh ke arah pintu masuk saat mendengar ada suara seseorang yang berusaha membukanya. Aku harap itu Rio, karena aku masih harus menyelesaikan banyak tugas hari ini. Ditambah lagi, aku belum menyiapkan apa-apa untuk resital besok.
    Seorang lelaki yang usianya tidak jauh berbeda dari wanita tadi, masuk dengan teburu-buru dan langsung melongo saat melihatku sedang menatapnya.
    Maaf, ade siapa ya? tanya lelaki itu tanpa basa-basi.
    Oh, saya temennya Rio, Om. Kata Tante saya suruh nunggu di sini aja, sebentar lagi Rio pulang.
    Wajah lelaki itu langsung berubah drastis. Dia meletakkan kopernya di atas meja yang ada di ruang tamu kemudian berdiri tepat di sampingku.
    Temen Rio? 
    Iya, hari ini dia nggak berangkat latihan buat resital besok, Om. Jadi saya mampir ke sini. Melihat wajah lelaki itu yang terlihat semakin bingung, aku langsung menambahkan, saya nggak salah rumah kan? Rio yang itu. Aku menunjuk salah satu foto Rio yang terpampang di ruang tamu.
    Ade bisa ikut saya sebentar? Kita langsung ke tempat Rio aja, daripada ade nunggu lama.
    Sebenarnya aku sedikit ragu. Terutama karena aku sudah berjanji pada wanita, yang sekarang aku yakin adalah mama Rio, untuk menunggunya di sini. Tapi papa Rio ada benarnya juga, aku tidak mau menunggu lebih lama.

    Aku menyelesaikan deretan nada terakhir dan menutupnya dengan satu dentingan. Suara tepuk tangan yang menggema ke seluruh aula membuatku tersadar dari lamunan. Itu hanya imajinasi? Atau aku benar-benar melakukannya. Deretan nada-nada yang selama ini mengganggu pikiranku. Aku berhasil menguasainya.

    Sudah dua tahun. Kata lelaki itu.
    Aku hanya diam. Dia salah tempat atau apa?
    MARIO TUNGGA PUTRA
    LAHIR 12-04-1993
    MENINGGAL 3-05-2010
    Aku hanya diam menatap tulisan itu. Seolah-olah aku telah kehilangan kemampuanku membaca. Itu namanya. Ya, dia pernah memperkenalkan nama lengkapnya. Tapi itu dua tahun yang lalu. Dan aku baru saja melihatnya dua hari yang lalu. Apa dia punya saudara kembar?
    Kecelakaan. Dia pamit untuk berangkat latihan waktu itu. Tapi dia nggak pernah pulang. Ibunya masih menunggu Rio untuk pulang.
    Aku berusaha mengurutkan jalan ceritanya. Dia berlatih untuk resital dan tidak pernah pulang? Mama Rio masih tetap berharap sampai sekarang? Kenapa aku tidak menyadarinya? Kenapa aku tidak menyadari wajahnya yang selalu terlihat sepucat es?
    Rio ingin sekali tampil di resitalnya sendiri. Dia sudah mempersiapkan lagunya sendiri. Berbulan-bulan dia menyiapkan lagu itu. Tapi yah, mau bagaimana lagi, takdir bekata lain.

    Sesuatu yang tertunda. Sejak awal aku tahu makna itu yang ingin dia sampaikan dengan lagunya. Lagu itu harus menunggu selama dua tahun. Meskipun sampai detik ini aku belum menemukan alasan kenapa dia menghilang pada hari terakhir latihan. Apa dia ingin aku tahu yang sebenarnya? Bahwa dia sudah meninggal? Bahwa dia hanya ingin lagunya tersampaikan? Yang aku tahu aku sudah berhasil memainkan lagu itu di depan kedua orang tua Rio. Meskipun Rio hanya bisa menatap mereka dari sudut tergelap aula, aku tahu dia sudah bisa tenang sekarang.

    #FIKSI


  12. kau pernah ada

    Wednesday, October 3, 2012

    kau seperti memiliki dua sisi hati yang tak bisa ku pahami
    kau ada, lalu kau pergi
    aku tak pernah bisa menggenggammu dengan pasti
    kau seperti ombak yang siap menghanyutkan kapan saja, menguburku hidup-hidup
    kau ada, lalu pergi
    aku tak tahu pasti
    kau kah yang ada di hati ini?
    karena kau selalu ada, lalu pergi

  13. laguku

    Tuesday, October 2, 2012

    memainkan sebuah nada dalam hidup...menekan satu per satu tuts piano yang hitam putih. seperti itulah kehidupan. hitam dan putih selalu berdampingan. keseimbangan membuatnya terdengar harmonis. apa berlebihan jika aku ingin laguku menjadi yang terindah? apa salah jika aku ingin memainkan deretan nada-nadaku dengan sempurna? alunan lagu ini tidak akan pernah berhasil tanpa seseorang yang memainkannya. aku membutuhkanmu...

  14. kau dan ilusimu

    Saturday, September 29, 2012

    tidak,
    bukan kepergianmu yang membuatku terluka
    tapi kehadiranmu yang tidak pernah memberiku kepastian
    kau selalu melangkah pergi
    tepat ketika aku mulai menghapusmu, kau akan kembali
    kau pikir itu lucu?
    tidak!
    karena aku menginginkan kehadiranmu di sisiku
    atau...
    kau pergi selamanya!

  15. wisuda??

    Thursday, September 27, 2012

    jadiii...baru ditagin foto ini...
    ini jaman-jamannya senior SIL wisuda pertama kali (hari rebo kemaren)...
    siapa yang wisuda...siapa yang poto-poto...hmmm....

  16. oke...jadi hari ini tuh udah berasa kayak makhluk ruang angkasa yang terasing...
    bukan bukan...itu sih biar melankolis aja...
    mungkin hari ini tuh hari bete sedunia ya? kok kayaknya dari tadi pagi adaaaa aja yang bete. jadi heran. berhubung gw orangnya super sensitif...jadi yaaaaah berasa semuanya salah gw. padahal sih....emang bener...hahahaha...nggak lah. tapi yah semoga temen2 gw yang seharian ini bete, cepet ilang betenya. nggak baik bete lama-lama...cepet tua. hahahaha....peace and love V(^.^)

  17. TIPS NULIS

    Wednesday, September 26, 2012

    oke...jadi buat kamu kamu yang suka nulis...berikut ada tips-tips nulis cerita ROMANCE yang aku copas dari website salah satu penerbit pas ada lomba beberapa waktu lalu...semoga bermanfaat ^.^


    25 tips menulis romance 
    menulis romance #1: adegan bicara dalam hati (interior dialogue) kadang diperlukan untuk menggambarkan keadaan emosional tokoh. Tapi kalo terus-terusan... kok nggak lucu ya? Dan hindari terus-terusan membuat si karakter mengeluhkan hal yang sama. Ini akan membuat pembaca gemes sekaligus bosan.
    menulis romance #2: hati-hati saat menulis adegan sensual. Bukannya membuat pembaca terlena, malah bikin ilfil dan jijik. Dan berhubung kita berada di Indonesia, just so you know, adegan sensual yang kelewat x-rated (kayak yang beberapa kali pernah saya temukan di antara tumpukan naskah masuk) malah menjadi poin minus naskah itu sendiri.
    menulis romance #3: dialog yang baik mampu membawa pembaca ke 'sequence' baru sebuah cerita, memberi informasi, atau memperkaya pengetahuan pembaca akan karakter tersebut. Tapi dialog itu bisa jadi tak memberi ketiga manfaat tadi...kalau caramu menuliskannya witty dan terbukti bisa membuat pembaca terhibur.
    menulis romance #4: dialog bisa digunakan untuk memperlihatkan emosi karakter. saat marah, karakter berbicara dengan kalimat singkat dan ketus. sebaliknya, kalau karakternya sangat sopan, saat marah kalimatnya justru panjang-panjang dan cenderung menyembunyikan emosi sebenarnya.
    menulis romance #5: hati-hati menggunakan dialek. pertama, membaca novel romantis yang sedikit-sedikit harus melirik catatan kaki bisa dibilang mengganggu lho. plus, karena tidak familier, pembaca bisa merasa 'tersandung-sandung' saat membaca kalimat dari bahasa daerah yang kental. solusi: keluarkan sesekali aja, sekad...ar memberi 'bumbu' pada cerita.
    menulis romance #6: 'opposite attraction' berlaku dalam urusan perjodohan karakter cewek dan cowok di romance. pasangkan cowok tipe alpha dengan karakter yang lugu dan inferior. pasangkan si cewek judes dengan cowok kalem. use your imagination, dear!
    menulis romance #7: nobody's perfect, 'kay? jadi aturan pertama menulis romance (atau genre mana pun deh): JANGAN PERNAH MEMBUAT TOKOH SERBA SEMPURNA. Yang kayak gitu gak akan pernah ada di bumi manusia ini *lebay*. Udah gitu, hoahm, membosankan. Pembaca juga sulit relate sama tokoh yang nggak ada cacatnya sama sekali.
    menulis romance #8: tes dialog yang kamu buat dengan membacanya keras-keras. Lalu, nilai sendiri deh, apa kedengaran janggal, terlalu panjang, dsb. Atau, apakah orang dengan karakter seperti yang kamu buat bakal bicara begitu? Jujur lho ya. Penulis narsis dan suka menyangkal diri pasti sulit tuh disuruh mengakui kesalahannya sendiri kayak gini.
    menulis romance #9: daripada menulis 'si A ganteng', kenapa nggak diubah aja menjadi 'wajah indo A dan rahangnya yang tegas adalah hal pertama yang membuatku terpesona. Kemeja kotak-kotak itu membungkus tubuh atletisnya dengan sempurna. Bla, bla, bla.' Pokoknya deskripsikan aja kata sifat yang pengen kamu labelkan ke si karakter. Jadinya keren lho!
    menulis roman #10: khususnya buat penulis yang pengen bikin novel komedi romantis. Pikirkan hal-hal lucu atau 'one liner' yang memang berdasarkan karakter tokoh. jangan terlalu fokus membuat situasinya lucu karena biasanya bakal berujung ke komedi slapstick. (dan, fyi, dalam romance, slapstick biasanya dihindari banget--malah, kalo bisa, diharamkan).
    menulis romance #11: saat membuat 'saingan cinta' tokoh cewek, hindari klise-klise seperti a) orangnya jahat banget/licik berat b) agresif c) kontras dengan tokoh utama (pola yg sering muncul: feminin vs tomboy berat, cantik vs biasa banget, kaya vs menengah/miskin).
    menulis romance #12: pilihlah nama yang sifatnya mendukung kesan pembaca bagi kedua karakter utamamu. nama yang maskulin buat karakter alpha male, dan sebaliknya. sebisa mungkin hindari nama androgini. untuk fantasy romance, sebaiknya pilih nama yang 'ramah' bagi lidah pembaca.
    menulis romance #13: 'nyawa' novel sebenarnya terletak di lima halaman pertama. Kalo kamu berhasil memikat pembaca di lima halaman pertama, kemungkinan besar mereka akan meneruskan membaca novelmu sampai habis.
    menulis romance #14: ending sama pentingnya dengan lima halaman awal. pastikan ending yang kamu tawarkan memang masuk akal dan berupa solusi dari konflik. pembaca bisa jadi mengikuti novelmu dari awal, tapi keti...ka ending-nya mengecewakan, rasa tidak puasnya jauh lebih besar lho!
    menulis romance #15: untuk mengolah suasana jadi lebih seksi dan sensual, sebenarnya kamu bisa bermain2 dengan pilihan kata. 'deg2an' jadi 'berdebar2' atau 'dadanya berdesir'. use your imagination, y'all!
    menulis romance #16: bab awal menentukan keputusan pembaca mau melanjutkan membaca novelmu atau nggak. bab akhir menentukan keputusan pembaca masih mau membaca tulisanmu lagi di masa mendatang.
    menulis romance #17: setiap adegan sebaiknya punya kontribusi bagi plot. libatkan 3 hal penting: adegan itu punya tujuan, ada konflik, dan dilema. memulai setiap adegan dengan kalimat menarik (hook) dan mengakhirinya dengan dilema akan membuat pembaca terus penasaran. btw, trik ini dipake banget di cerbung majalah/koran. :)
    menulis romance #18 - #21:
    ada 4 hukum menulis dialog:
    1. (#18) sebelum menulis, kamu harusnya sudah tahu untuk apa adegan itu harus ada di novelmu. dialog pun ditulis dengan menyesuaikan tujuan itu.
    2. (#19) dialog dan adegan harus memberi kontribusi bagi perkembangan plot. mirip kyk tips #3 dehhh... ;p
    3. (#20) hindari menulis dialog dari percakapan sehari-hari karena ujung-ujungnya jadi pasti panjang banget dan bertele-tele
    4. (#21) 'dialog tag' itu perlu. Banyak-banyak membaca bisa ngasih kamu ide untuk mencari alternatif dari sekadar 'dia berkata' atau 'katanya'.
    menulis romance #22: kamu bisa bikin banyak alasan untuk membenarkan kenapa sampai sekarang novelmu nggak selesai. Tapi, asal tahu aja, penerbit nggak bisa menerbitkan ide dan angan-angan. Jadi, kalau kamu pengen jadi penulis, syaratnya cuman satu:
    MENULISLAH!!!!!!
    Dan berhenti nyari alasan buat menunda2.
    menulis romance #23: sebaiknya hindari menulis novel romance dari KISAH NYATA--entah dari pengalaman sendiri atau orang lain. Kalo dari pengalaman sendiri, terlalu personal. Kalo dari pengalaman org lain, minta izinnya susah. Belum lagi kalo dia nggak setuju sama bbrp bagian cerita. Ugh. Bikin semuanya fiktif kenapa sih? Dijamin tenang lahir-batin. :)
    menulis romance #24: riset sebelum menulis membuat kepercayaan dirimu bertambah dua kali lipat. dan ini terlihat jelas juga di tulisan. ya iyalah, hasil tulisan dari 'ngecap' dan dari riset kan bedanya jomplang banget. :)
    menulis romance #25: pastikan kamu mengumpulkan lebih dari satu sumber referensi. selain buat perbandingan, kamu juga bisa menemukan angle lain dari topik yang sedang kamu cari.


  18. suka nggak kepikiran sebenenrnya apa yang dipikir bocah ini? hahahahaha

  19. hey, bukankah dia itu Adit? kenapa dia tampak berbeda? apa yang berbeda? ah, dia tersenyum. baru kali ini aku melihat senyumnya yang begitu tulus. setan macam apa yang merasukinya? apa dia punya kembaran?
    aku mengangkat tanganku untuk memanggil Adit yang sedang sibuk mencatat pesanan para gadis yang sepertinya sudah terhipnotis dengan kegantengannya. adit tidak menghiraukanku. atau dia tidak melihat?
    aku telalu kecewa sampai tidak menyadari sudah ada pelayan yang berdiri tepat di samping mejaku...

  20. first blogging

    Friday, January 20, 2012

    hhmm...nggak tau nih mau mulai nulis apa. baru pertama kali ngeblog...hahaha...
    yaah salam kenal aja buat semuanya yang kebetulan ngebuka blog ini...okee???