Rss Feed
  1. UNFINISHED BUSINESS IN BvS?

    Saturday, March 26, 2016

    Saya mau nge-review nih. Akhirnya setelah sekian lama, ada juga sesuatu yang layak untuk direview, hahaha. 

    Dari judulnya sih harusnya udah tahu yah saya mau ngereview tentang apa. Tapi, kalau ada yang belum tahu, yaudah saya kasih tahu aja, kasihan anak orang. Jadi, saya berencana mereview film Batman vs Superman (BvS) yang semalam saya tonton. Tapi sebelumnya, saya ingatkan kalau ini bukan situs reviewer resmi, jadi kalau ada omongan yang ngawur harap tidak tersungging. Kan ini blog saya, hahahaa, jadi ya saya cuma mau mengemukakan pendapat saya secara bebas dan tanpa ada dusta di antara kita. 


    Pertama-tama, saya ingin memberitahukan kalau saya bukan fanatik komik, baik DC maupun Marvels. Jadi, saya ini murni penikmat film. Saya nggak akan tahu kalau film-film itu ceritanya nyambung atau nggak dari komik episode berapa dan sebagainya dan sebagainya. Jadi, saya hanya akan mengungkapkan pendapat saya sesuai dengan apa yang saya pikirkan dan saya tahu *makannya sering sotoy* hahahaha


    Pertama kali lihat teasernya, saya langsung mikir, "Yaelah bro, lu ngapain dah pake berantem, orang satu perusahaan juga." Tapi yah, orang maunya begitu yaudah. Saya sih sebenernya ngikut euforia masyarakat aja nonton ini. Awalnya saya kurang tertarik karena pemeran Bruce Wayne diganti. Setuju atau nggak, saya jatuh cinta sama karakter Bruce Wayne ini gegara Christian Bale yang meranin. Nah, begitu tahu kalau pemerannya diganti Ben Affleck, semangat saya sedikit surut.

    Film ini diawali dengan masa lalu Bruce yang melihat kedua orang tuanya ditembak bla bla bla. Kilas balik ini kayaknya semua orang udah tahu persis gimana detailnya, sama kayak kejadian Uncle Ben ditembak perampok pas nyusulin Spiderman, yah adegan ini juga jadi sangat "khas" untuk film Batman. Seolah ingin membawa penonton ke dalam suasana kelam dan penuh duka biar dapet feel nya sebagai Batman.

    Lalu, scene berikutnya adalah kejadian saat Superman bertarung melawan Jenderal Zod. Kejadiannya itu kan di Metropolis (katanya). Nah, si Bruce ini ternyata punya perusahaan di sono. Respon saya saat itu adalah, "Giling! Baru tahu gue si Batman punya perusahaan di luar Gotham." Karena, seperti yang sudah saya bilang bahwa saya bukan seorang fanatik komik yang tahu segala hal di luar film yang sedang saya tonton, mindset saya tentang Batman adalah Gotham city. Dan saya pikir Gotham adalah sebuah universe yang diciptakan khusus untuk Batman yang letaknya berada entah-di-mana-pokoknya-bukan-Amerika. Nah pas lihat si Bruce ternyata ada di Metropolis terasa cukup janggal buat saya.


    Lalu muncullah Lex Luthor!!! Salah satu alasan saya nonton BvS adalah tokoh yang satu ini. Saya selalu suka akting Jesse Eissenberg (oke ini subjektif). Tapi yah, kan nggak ada salahnya buat pemicu keinginan nonton yah. Saya pertama kali mengenal karakter Lex Luthor *ceilah, sok kenal amat lu* adalah di series Smallville. Yup, sinetron tentang Superman. Nah, yang identik dari karakter Lex Luthor adalah botak, man! Dan ternyata si Lex di BvS ini gondrong, hahahaha. Dan karakternya pun berbeda jauh dengan karakter Lex di series Smallville itu. Tapi, saya menikmati akting Jesse sebagai Lex. Dapet banget jahatnya. Scene yang membuat saya merinding adalah saat Lex ngobrol dengan Senator Finch di kamar bapaknya. Omongannya simpel sebenernya, tapi mungkin karena efek musiknya jadi bikin merinding disko. 

    (Itu lukisannya yang ada di belakang si Lex)

    "Menurutmu Ayah tidak akan keberatan jika aku mengubah satu hal di kamar ini? Lukisan itu terbalik, kan? Karena sekarang kita tahu iblis tidak datang dari neraka di bawah kita. mereka datang dari langit." (maksudnya si Superman)


    Protes saya selanjutnya adalah tentang armor si Batman. What happened with your cool suit, bro? Yaaa, emang sih mau melawan manusia super yang kekuatannya sekelas dewa. Tapi kok jadi aneh begitu yak, hahahaha. Tapi yasudahlah, masih ada banyak sekali pertanyaan-pertanyaan tidak terjawab dalam film ini (versi saya).

    Daripada saya kebanyakan ngoceh nggak jelas, jadi lebih baik saya buat daftar pertanyaan saya yah, hahahaha.

    1) Sejak kapan Gotham jadi kota sepi?

    2) Kenapa si Bruce sering mengalami mimpi-mimpi aneh?

    3) Kenapa doi mimpi ada monster keluar dari makam ibunya?

    4) Orang yang di mimpi doi yang menyebut nama Lois Lane itu siapa? Dan kenapa?

    5) Kenapa Lex benci banget sama Superman? Apa karena dia peduli sama nyawa orang-orang yang meninggal? Berarti dia baik dong? Atau dia cuma iseng? 

    6) Waktu Lex masuk ke kriptonian ship itu, suara cewek yang ngebimbing dia itu suara dari kapalnya? Kok ngomongnya pake bahasa inggris? (yaiyalah, kalo pake bahasa binatang nggak akan ada yang ngerti) Maksudnya, kenapa suara si mba mba itu lebih terasa seperti si Lex sedang mengunjungi sebuah museum modern terus ada suara guide nya dari speaker? Suaranya terlalu modern dan tertata rapih untuk ukuran guide dari planet lain

    7) Kenapa Lex kepikiran buat membangkitkan kembali Jenderal Zod? Oh bukan ding, monster? Kenapa jasad Jenderal Zod yang dikasih darah Lex bisa jadi monster kuno bangsa kriptonian?

    8) Kenapa ada si wonder woman?

    9) Kenapa si Batman langsung ngalah gitu aja setelah denger nama Martha? Well, I know that Martha itu nama emaknya. Tapi rasanya doesn't make sense, cuma gegara mendengar nama itu terus dia langsung melupakan hasratnya yang begitu menggebu-gebu untuk menyelamatkan kehidupan manusia di masa depan? That simple? Atau dari awal tujuan si Batman ini memang cuma pengen lihat si Superman berdarah doang? Penyelesaian ini yang membuat saya berpikir, "Anti klimaks amat ini? Gitu doang?"

    10) Kenapa Superman pas kena bom nuklir jadi peot?

    11) Kenapa Lois Lane harus ngeselin banget pake acara ngebuang tombaknya tarus ketahan di bawah puing-puing? (oke, yang ini pertanyaan subjektif aja karena rata-rata love interest superhero itu ngeselin. Nggak bisa apa-apa tapi sok kuat.)

    Fiuhhh, ternyata cukup panjang yah daftar pertanyaannya. Jadi selama dua setengah jam semalem saya nonton apa yah? hahahaha. I watched everything yet I don't know anything. Jadi mungkin, sebenarnya ini bukan sebuah review. Ini adalah postingan tentang daftar pertanyaan saya yang menyamar sebagai sebuah review biar banyak yang baca, hahahaha. 

    Yah, sekian dulu lah daripada makin ngawur. Semoga ada orang-orang berhati baik yang lagi blog walking terus membaca daftar pertanyaan saya dan mau berbaik hati untuk menjawabnya. Saya akan sangat berterima kasih. See ya!

    Ini kira-kira siapa yang keenakan? hahahaha. Hush! Banyak anak kecil :D *peace*


  2. GADIS PENGGAMBAR AWAN

    Friday, March 18, 2016

    Terinspirasi oleh salah salah satu tulisan M Aan Mansyur



    Aku sama sekali tidak memikirkannya sampai hari ini, saat gadis itu mengatakannya dengan begitu santai seolah hal itu adalah sesuatu yang sudah diketahui seluruh umat manusia. Yah, mungkin seharusnya pun aku tahu, hanya saja otakku yang sedikit tumpul ini malas untuk memikirkan kebenaran pernyataan itu. Bentuk awan tidak pernah sama setiap detiknya.

    Kau pernah memikirkannya? Jika tidak, kita berada di kubu yang sama. Sekarang, aku sedang menatap gadis bertubuh mungil yang sedang sibuk menggoreskan pensil HB nya di atas sebuah sketch book ukuran A4. Hal pertama yang menarik perhatianku untuk duduk di samping gadis itu saat ini sebenarnya bukanlah kegiatan menggambarnya, tapi kupluk rajut warna pelangi yang menutupi rambut pirangnya. Ya, aku tidak salah, rambutnya benar-benar pirang seperti Barbie. Aku tahu itu bukan warna asli karena wajah gadis itu sangat Indonesia, tapi anehnya, warna itu pun tidak terlihat aneh. Seolah gadis itu sudah mempertimbangkan jutaan warna sebelum akhirnya memilih warna blonde untuk membingkai wajah mungilnya.

    “Kau tahu, Om, aku sudah menggambar 255 bentuk awan selama sebulan ini.”

    Baru kali ini aku tidak tersinggung dipanggil “om” oleh seorang gadis yang aku yakin umurnya tidak berbeda jauh denganku. Mungkin kisaran dua puluh tahun. Atau mungkin, otakku sedang terlalu sibuk memerhatikan goresan-goresan lembut di sketch book gadis itu sampai lupa memproses sinyal tersinggung yang dikirimkan telingaku?

    “Benarkah?” Hanya itu satu kata yang berhasil dibentuk oleh otakku sebagai respon. Menurutku, itu jauh lebih baik dibanding sekadar “hemm”.

    Aku mendongak untuk memastikan ketepatan gambar gadis itu. Seperti sebuah permainan untuk menemukan lima perbedaan pada gambar yang sama. Gambar gadis itu jauh berbeda.

    “Gumpalan itu tidak ada.” Aku menunjuk segumpalan awan di sudut kanan atas buku gambarnya.
    Gadis itu menghela napas kemudian mendongak untuk menatapku seolah aku ini orang paling tolol yang pernah dia temui selama hidupnya.

    “Bukankah sudah kubilang? Bentuk awan berubah setiap detiknya, Om.” Sebutan itu lagi, aku masih belum tersinggung. Mungkin mata bulatnya yang hitam pekat yang membuatku bungkam. “Ini bentuk awan dua jam yang lalu.” katanya sambil menunjuk-nunjuk gambar awannya. “Aku mengingat bentuk awan paling unik dan menggambarnya.”

    “Ah.” Aku mengutuki kemampuanku menemukan kata-kata yang tepat untuk saat-saat seperti ini. “Bagaimana aku tahu kau tidak bohong?” Ah, akhirnya. Sebuah pertanyaan cerdas. Terdengar skeptis, tapi cerdas.

    Gadis itu mengambil kamera hitam di sampingnya. Dari mana munculnya kamera itu? Aku tidak melihatnya sejak tadi. Gadis itu menekan beberapa tombol kemudian menunjukkan foto langit kepadaku. Bentuk awannya sama persis dengan sketsanya. Jangan berharap gambarnya hanya berupa gumpalan-gumpalan tidak jelas. Bayangkan saja foto langit berawan dalam moda warna hitam putih. Arsiran kelabu tipis sebagai gumpalan awan dan warna putih bersih sebagai langitnya. Indah.

    Aku mengangguk, malas berdebat dengan orang asing. Aku ingin memanfaatkan sisa waktu istirahat makan siangku untuk menikmati keindahan gambarnya, bukan berdebat dengan si penggambarnya. “Kau seniman, ya?” tanyaku spontan.

    Gadis itu menggeleng. Bibir mungilnya membentuk senyuman tipis. “Gambarku sebelum ini sangat jelek, Om. Seperti benang kusut. Latihan membuat gambarku jadi lebih baik.”

    Aku mengangguk lagi. Itu nasehat yang sangat umum. Ibu sangat sering mengatakan kalimat yang persis sama setiap kali aku hampir menyerah hampir dalam segala hal. Aku sangat mudah menyerah. Seringnya, aku menyalahkan kecerdasanku yang minim.

    “Kau pernah menggambar objek selain awan?” tanyaku lagi.

    Gadis itu membubuhkan sentuhan terakhir pada gambarnya. Dua huruf “AT” yang ditulis dengan huruf tegak bersambung. Mungkin itu inisial namanya. Sial, sekarang aku penasaran siapa nama gadis asing ini.

    “Tidak. Objek lain tidak pernah otentik. Tidak bisa aku jadikan acuan.”

    “Acuan?”

    Gadis itu mengangguk, kemudian tersenyum lagi. Oh, sial, sekarang aku mulai berpikir senyumannya sangat manis.

    “Acuan berapa lama Tuhan masih mengizinkanku melihat.” Suara gadis itu terdengar seringan bulu.
    Kali ini otakku bekerja cukup cepat, menghentikan detak jantungku selama sepersekian detik, yang membuat kekacauan di jalur utama aliran darahku. Hasilnya, aku merasa luar biasa gugup saat mendengarnya. Apa maksudnya itu?

    Gadis itu menunjuk pelipisnya dengan jari telunjuk yang lentik. Aku baru memerhatikan kuku jarinya yang dicat dengan warna berbeda di setiap jarinya. Di jari telunjuk, dia memilih warna kuning terang.
    “Aku punya teman alien di sini.” katanya hampir berbisik, seolah apa yang akan dikatakannya adalah sebuah rahasia yang tidak boleh didengar siapa pun selain aku. Secara refleks aku mendekat untuk mendengar rahasianya. “Sekarang alien itu masih anak-anak. Tapi para dokter bilang, alien itu sangat menyukaiku jadi mereka tidak bisa memisahkannya dariku. Seiring dengan pertumbuhanku, alien itu ikut tumbuh. Saat alien itu bertambah besar nanti, dia akan memakan penglihatanku.”

    Gadis itu menegakkan tubuhnya, membuatnya terlihat seperti anak kecil yang berusaha terlihat dewasa. Atau, dia memang tidak setua perkiraanku?

    “Aku tidak keberatan. Masalahnya, aku tidak tahu kapan alien itu akan memakan penglihatanku. Jadi, aku menggambar awan. Aku sudah menggambar 256 bentuk awan. Jika nanti aku berpikir untuk mengeluh, aku akan meminta ibu memberitahuku berapa banyak gambar awan yang berhasil kubuat. Dengan begitu, aku akan ingat berapa lama Tuhan mengizinkanku melihat keindahan ciptaannya. Jadi, aku tidak boleh mengeluh kan, Om?” Gadis itu menatapku. Matanya memancarkan ketulusan seorang bocah yang ingin dikuatkan.

    Aku mengangguk cepat. Kali ini otakku sedang bersahabat. Aku tidak butuh waktu lama untuk menyetujui pemikiran gadis itu. Aku masih tidak mengatakan apa pun sampai terdengar bunyi beep beep cukup nyaring. Gadis itu melirik jam tangan digitalnya sekilas, kemudian merapikan barang-barangnya.

    “Saatnya minum obat. Aku harus kembali sebelum ibu mengomel.” katanya buru-buru. “Sampai ketemu lagi, Om.” Gadis itu masih saja memamerkan senyumnya. “Jangan lupa bersyukur, Om.” teriaknya seraya berlari menjauhiku.

    Sepeninggalnya, aku mendongak dan menatap langit. Bentuk awannya sudah berubah lagi. Gadis itu benar, aku lupa bersyukur hari ini. Aku masih bisa melihat bentuk awan yang berbeda hari ini.
    ***


  3. Jeng jeng jeng...hoaaahmmmm...udah berapa abad yah saya nggak update blog? Maaf kalau agak kumuh, saya "lumayan" sibuk beberapa bulan ini.

    Jadi, salah satu kesibukan saya akhir-akhir ini adalah jalaaan jaaalaaaaan. 

    Hari Minggu kemarin, tepatnya tanggal 13 Maret 2016 *ceilah, resmi amat kayak baca surat undangan* saya dan teman-teman pergi ke Dunia Fantasi atau DUFAN to DO FUN! Yeay! 

    Oh oh, sebelum saya bercerita lebih jauh, saya ingin kalian tahu satu hal, MJ ada di dalam rombongan kemarin. Yup, dia pasangan saya. Kalau kalian sempat baca postingan-postingan saya jaman baheula tentang dia, well, that's an unfinished story. And I don't know how to finish it since our story is happening right now. And it's getting better though, hahahaha. Oke, sudah cukup yah intermezo nya.

    Laanjuuuuut....
    Jadi, singkat kata singkat cerita, kami pergi ber enam: saya, MJ, Musa, mba Cintia, mba Dellia dan Cecep merantau ke Dufan untuk refreshing. Rencana awal kami akan berangkat jam 8 pagi. Well, you know lah jam 8 WIB (Waktu Insya allah Berubah), akhirnya kami berangkat jam setengah 10.

    Nah, sebelumnya masing-masing dari kami (kecuali MJ) udah lebih dulu ngeborong produk-produk Sosro biar dapet promo tiket heboh, hahahaha, lumayan juga harga tiketnya jadi setengah harga.

    Nah, udah yah nggak usah kelamaan ngebahas tiket. langsung masuk aja deh. 
    Wahana pertama yang kami kunjungi adalah HISTERIA. Yup, bukan cuma namanya, jantung saya pun ikut histeris melihatnya.
    Lihat itu? Lihat itu kan anak-anak? Betapa bahayanya permainan itu untuk jantung saya yang pemalu ini. Jadi kami berenam ikut antri. Awalnya sih biasa-biasa aja, tapi makin dekat makin ragu untuk melangkah *etdah puitis amat mau naik histeria doang*. Tapi, MJ meyakinkan saya kalau permainan itu menyenangkan. 
    "Cuma sebentar" dia bilang. Iya, jatoh dari ketinggian itu juga cuma sebentar *sisa hidupnya*
    Tapi, akhirnya saya naik juga. Saya duduk di samping MJ. Setelah sibuk komat-kamit selama detik-detik menuju peluncuran roket, akhirnya wahana berbahaya itu mulai bergerak juga. Wah, nggak usah ditanya rasanya kayak apa. Saya teriak sekenceng-kencengnya. Jantung saya berasa ketinggalan di atas dan lupa jalan pulang ke tempatnya. Tapi yaudah, gitu aja. Kaki saya gemeteran sebentar, terus setelah MJ gandeng tangan saya, rasanya biasa lagi. Seumur-umur ke Dufan belum pernah saya naik begituan. Paling banter cuma Niagara gara, habis itu juga nggak mau naik apa-apa lagi saking takutnya. Nah ini, kok rasanya beda yah?
    Wahana kedua adalah Ontang-anting. Kata MJ ini permainan buat pemanasan. Gelo, aturan mah pemanasan di awal. Orang udah dilempar-lempar sampe angkasa gitu malah baru diajak pemanasan. Tadinya imajinasi saya yang spektakuler ini sudah berulah. Gimana kalau talinya lepas? Gimana kalau nanti kelempar jauh? Eh tapi tapi tapi, pas naik, ternyata enak. Dan hebatnya, saya nggak tutup mata! Permainan ini super asik. Tetep ngeri sih, tapi karena gerakannya konstan dan pelan, jadi saya bisa mengatur tingkat ketakutan saya. This is the best game ever!
    Saya bener-bener berpikir untuk mundur waktu lihat keretanya diputer-puter nggak jelas begitu. Jadi keinget film Final Destination nggak sih? Tapi, lagi-lagi MJ cuma genggam tangan saya dan bilang, "cuma sebentar". kalau jantung saya punya kaki sendiri, saya yakin doi udah kabur duluan. Tapi untungnya nggak. Jadi, saat saya memutuskan untuk nggak jadi anak cemen, jantung saya terpaksa tetap tenang di tempatnya. Giliran kami tiba. Dari pertama kali duduk, saya nggak bisa lepas tangan MJ. Bahkan saat keretanya perlahan mulai jalan, genggaman saya makin kenceng. Trik saya untuk menghadapi kejamnya wahana nggak masuk akal ini tetep sama, saya tutup mata dan berdoa. Dan saya teriak sekenceng-kencengnya. Dan akhirnya...selesai. That's it. Tangan MJ sampai merah gegara saya genggam kuat-kuat. But, I did it! And I'm alive!
    Berhubung kemarin itu Jakarta lagi cerah-cerahnya, jadi kami memutuskan untuk "sedikit" bermain air. Hemmm...saya pikir yang dimaksud dengan sedikit itu cuma kecipratan sedikit-sedikit aja. Ternyata.....saya basah kuyup. Mungkin salah posisi duduk juga sih. Soalnya, MJ masa kering banget? Cuma kaosnya yang sedikit kecipratan. Jadi saya langsung peluk dia biar ketularan basah, muahahahahahaha *ketawa jahat banget* dan menurut saya, ini permainan yang paling merugikan. Gegara permainan ini sepatu saya jadi basah dan dengan terpaksa saya beli sendal jepit Dufan yang harganya 60 rebu! God, please. Makan siang saya aja nggak sampai semahal itu :'(

    Selanjutnya, dengan misi mengeringkan baju, kami naik wahana Rajawali. MJ bilang wahana ini nggak akan menakutkan. Well, nggak terlalu sih memang. Untungnya si Rajawali ini nggak berputar terlalu cepat, hanya semakin tinggi. So, I imagined that Vatra took me fly. Dan di atas itu panas banget gais. Baju saya sampai kering, hahaha. Mission completed!
    Tadinya mau masuk ice age, ternyata masuknya malah ke wahana perang bintang yang zonk abis. Saya pikir bakal ada sebentuk makhluk yang tetiba nongol terus kita tembakin atau gimana, ternyata nggak. Kita disuruh "literally" tembak-tembakan doang. Sedikit mengecewakan sih.
    Perkenalkan, ini wahana Ombang-ambing. Kalau di kampung saya, permainan ini cuma ada di pasar malam, namanya ombak banyu. Dan saya menyepelekan permainan ini. Saya pikir permainan ini nggak akan ngeri-ngeri amat. Ternyataa...terombang-ambing itu mengerikan yah? Makannya, segera minta kepastian, biar nggak terombang-ambing *eh, baper kan*. Jadi, si MJ duduk di sisi pintu. Kalau kalian tahu, arah putarannya akan cenderung miring ke arah pintu. Jadilah saya berusaha sekuat tenaga biar MJ nggak kegencet, hahaha. Untungnya nggak jadi MJ penyet yah.
    Hemm...masih belum cukup mual? Akhirnya kami naik pontang-panting. Lagi, saya menyepelekan permainan ini. Saya pikir, ah elah diputer-puter doang. Yang saya tidak tahu adalah, diputer-puternya dengan kecepatan tinggi sampai "kayak" hampir tabrakan satu sama lain. Awalnya enak, pelan, sepoi-sepoi, eh lama-lama kok makin nggak santai banget muternya. Mau nggak mau deg-degan juga sih, tapi seru. Untungnya wahana ini nggak melibatkan variabel ketinggian. Fiuhh...

    Kami lanjut makan siang menjelang sore, sekalian istirahat. Setelah makan, saya dan mba Dellia memutuskan untuk nonton festival Treasure Temple and Fire. Wow! Efek api dan airnya membuat saya terkesima. Well, ceritanya tipikal cerita film anak-anak sih, tapi lumayan juga buat hiburan. Sementara saya dan mba Dellia nonton festival, yang lain main wahana kicir-kicir. Saya nggak sanggup untuk memaksakan jantung saya. Jadi, saya minta MJ main sendiri aja kali ini, sama Musa dan mba Cintia. Tapi, eh, ternyata MJ nggak mau main kalau saya nggak ikutan main. Yaudah, doi jadi nggak main deh :(

    Selanjutnya, bersantai di Istana boneka. Imajinasi saya berulah lagi. Aduh, plis lah itu kan wahana anak-anak, nggak mungkin ngeri. Iya, memang nggak melibatkan ketinggian dan kecepatan sih, TAPI ITU DI DALEM BONEKA SEMUA, MAN! Coba bayangin kalau mereka semua adalah saudara Annabelle atau Chucky! Semua yang masuk nggak akan keluar lagi *pake suara horor* tapi yah, lumayan seru sih buat santai.
    Ini rumah yang isinya kaca-kaca gitu terus kita harus berusaha mencari jalan keluar. Waktu jaman kecil dulu ke rumah ini berasa susaaaah banget keluarnya. Ada lah acara nyasar dulu ke mana. Tapi kemarin berasa yang gampang. Sempet beberapa kali ketipu sama pintu exitnya sih, tapi ternyata keluarnya nggak sesusah dulu.
    Ayooo belajar jadi Vin Diesel!!!! Boom boom boom!! Baru di sini lah saya bawa mobil sendiri. Dan yang lain kayaknya berkomplot banget. Tiap lihat saya langsung ditabrak sana-sini. Tapi seru lah ini, sampai keringetan, hahaha. Jadi mau lagi dan lagi.
    Ini namanya rumah miring. Rumahnya nggak gede-gede amat. Tantangannya cuma disuruh melewati rumah yang lantainya miring. Tapi ya itu, karena lantainya miring dan rumahnya goyang-goyang, jadi butuh effort lebih besar untuk melaluinya. Jadi berasa habis fitnes begitu keluar, keringetan semua.
    Back to the childhood! Saya lupa jaman bocah dulu pernah naik ginian atau nggak. Tapi, saya rasa, permainan ini nggak akan pernah membuat bosan. Rasanya menyenangkan bisa duduk santai di atas kuda-kudaan, menikmati angin sepoi-sepoi dan alunan musik malam itu *cieeeh, tanda-tanda gombal*

    Kemarin ditutup dengan wahana Bianglala. Menikmati kerlip lampu kota Jakarta dari atas. Bagus, iya. Tapi karena kapsulnya nggak tertutup, tetep aja berasa ngeri. Karena dasarnya saya takut tinggi, jadi apa pun yang menempatkan saya di ketinggian, akan membuat saya takut. Apalagi pas kapsulnya berhenti di atas. Indah, enak, tapi saya ngeri. Tangan saya sampai berkeringat. Saya sih pura-pura tegar aja duduk di kapsul yang diam di ketinggian entah berapa puluh meter itu. 

    Jadi, kalau dirangkum, hari saya menyenangkan. Terima kasih untuk teman-teman. Dan kamu, MJ, terima kasih sudah selalu siap jadi korban genggaman tangan saya setiap saat :D