Rss Feed
  1. Cafe Lofa : Makan Malam

    Wednesday, January 8, 2014


    Ada jeda beberapa menit setelah Dhanny menekan bel yang ada di dekat pintu. Rasanya sudah ratusan kali Dhanny mengunjungi rumah ini. Tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan. Hanya warna cat pintunya yang sering berubah-ubah. Pintunya berukuran besar dengan dua daun pintu yang diukir dengan pola-pola bunga. Nura bilang pintu itu dipesan langsung dari seorang pengrajin ukiran kenalan ayahnya di Jepara. Warna ukirannya hitam pekat dua bulan yang lalu. Sekarang warna ukirannya sudah berubah menjadi coklat muda. Anehnya, meskipun warnanya berubah-ubah, komposisi warna yang dipilih selalu saja sempurna dan menarik. Mungkin itu adalah salah satu keahlian desainer interior, bisa menyihir warna apa saja menjadi sangat indah.
    Dhanny mengetuk-ngetukkan ujung sepatunya selama menunggu pintu di hadapannya terbuka. Setelah beberapa menit, terdengar suara klik pelan saat kenop pintu diputar. Kepala Nura melongok ke luar saat daun pintu terbuka. Gadis itu langsung membuka pintunya lebar-lebar untuk menyambut Dhanny. Rambut panjangnya bergerak-gerak ringan saat tertiup angin malam. Nura memiringkan kepalanya, memberi isyarat pada Dhanny untuk masuk ke dalam.
    Dhanny melepas sepatunya kemudian masuk. Sensasi dingin langsung merayapi kakinya saat telapak kaki Dhanny yang tanpa alas menyentuh lantai marmer di dalam rumah. Rupanya suhu di dalam tidak kalah dingin dengan di luar.
    “Warnanya berubah lagi?” Tanya Dhanny saat berjalan melewati pintu.
    Nura menoleh dan menatap pintu yang ditunjuk Dhanny, kemudian menggerakkan bahunya sekilas, “Papa sedang bereksperimen dengan warna baru.”
    “Aku heran, bagaimana bisa papamu menemukan komposisi warna yang selalu cocok untuk pintu itu.”
    Nura tertawa ringan saat mendengar pujian Dhanny, “Papa itu desainer interior yang sangat hebat, tahu.”
    Nura membimbing Dhanny ke ruang tamu. Rupanya Nura sedang mengerjakan sesuatu dengan laptopnya di sana sebelum Dhanny datang. Ada satu set sofa super besar berwarna hijau lumut di tengah ruangan. Ada bantal-bantal kotak besar di setiap pinggiran sofa. Dhanny hampir saja menduduki gumpalan bulu berwarna abu-abu pudar yang meringkuk nyaman di salah satu bantal besar.
    “Hai, Felis...” Sapa Dhanny setelah menyadari benda apa itu.
    “Alexis.” Lagi-lagi Nura mengoreksi nama kucingnya.
    “Kenapa harus memanggilnya dengan nama lain kalau nama aslinya sudah cukup bagus?”
    Dhanny menepuk kepala kucing itu beberapa kali untuk mengusirnya dari sofa. Kucing itu hanya menguap lebar-lebar dengan ekspresi jengkel kemudian mengeong sekali sebelum akhirnya melompat turun dari sofa dan melenggang pergi. Kucing abu-abu gendut itu mengeong-ngeong pelan selama perjalanannya ke ruang tengah, seolah-olah sedang menggerutu karena Dhanny mengusirnya.
    “Makan malamnya hampir siap. Mama sedang memasak rendang paling enak sedunia,” kata Nura saat duduk dan menghadap laptop yang ada di atas meja.
    Dhanny hanya memandangi Nura dari samping. Wajahnya terlihat sangat terang karena terkena pancaran cahaya dari layar laptop. Gadis itu terlihat sangat serius dengan pekerjaannya. Dhanny mengubah posisi duduknya agar bisa melihat apa yang sedang dikerjakan Nura.
    “Lalu apa yang kau lakukan di sini?”
    Nura menoleh sekilas kemudian kembali menatap layar laptopnya, “Menyelesaikan laporanku.”
    “Kau seharusnya membantu mamamu.”
    “Hem.”
    “Kau mau memberiku makan apa kalau tidak belajar masak dari sekarang?”
    Lagi-lagi Nura hanya menoleh sekilas kemudian kembali mengabaikan Dhanny.
    “Kau tidak pernah dengar peribahasa, ‘cinta itu tumbuh dari perut naik ke hati’?”
    “Mana ada peribahasa seperti itu?”
    “Tentu saja ada.”
    Nura menghela nafas panjang kemudian bangkit, “Baiklah.”
    Dhanny tersenyum sekilas saat melihat Nura berjalan ke dalam. Dhanny menyandarkan tubuhnya, menatap langit-langit ruang tamu yang tinggi. Ada lampu kristal besar yang menjuntai, memancarkan cahaya terang yang berkilauan. Pandangan Dhanny beralih pada layar laptop Nura saat matanya menangkap ada sesuatu yang bergerak di sana. Ternyata screen saver. Nura memasang foto-foto yang terus berganti-ganti sebagai screen saver laptopnya.
    Foto pertama yang muncul di layarnya adalah foto keluarga. Berdasarkan cerita Nura, foto itu diambil dua hari setelah kakak perempuannya menikah. Itu sebabnya ada tambahan satu orang dalam foto itu. Nura berdiri di antara ayah dan ibunya, sedangkan kakak perempuannya berdiri di samping suaminya. Kakak perempuan Nura terlihat sangat mirip dengannya. Dhanny cukup yakin orang yang tidak mengenal mereka cukup dekat akan salah mengira Nura memiliki saudara kembar. Screen saver itu beralih pada foto Nura dan Dhanny. Dhanny hanya tersenyum saat melihat foto yang diambil saat mereka masih kuliah itu. Kalau tidak salah itu tepat tiga bulan setelah Dhanny dan Nura resmi pacaran. Penampilan mereka dalam foto itu masih terlihat sangat lugu. Nura bahkan masih memiliki poni yang menutupi dahinya.
    Foto berikutnya membuat Dhanny agak tercengang. Dhanny mencondongkan tubuhnya untuk melihat foto itu lebih dekat. Dhanny yakin itu gadis berambut pendek yang dilihatnya di Cafe Lofa siang tadi. Nura terlihat sangat dekat dengan gadis itu. Mereka berdua sedang berfoto di pantai. Tangan Nura merangkul bahu gadis itu dengan erat, dan ekspresi mereka memancarkan kebahagiaan. Rambut gadis itu belum sependek sekarang, tapi Dhanny sangat yakin dia tidak salah lihat.
    “Kau sedang apa?”
    Dhanny tersentak kaget saat mendengar suara Nura di dekatnya. Dhanny mendongak demi mendapati Nura sedang membungkuk di dekatnya untuk melihat layar laptopnya.
    “Dia siapa?” Tanya Dhanny sambil menunjuk layar laptop Nura.
    “Sepupuku. Kenapa?”
    “Aku rasa aku bertemu dengannya tadi siang.”
    Nura mengangkat sebelah alisnya saat menuntut penjelasan. Dhanny selalu penasaran bagaimana Nura melakukannya. Dia sudah mencoba beberapa kali, tapi hasilnya malah kedua alisnya terangkat bersamaan. Mengecewakan.
    “Di mana?” Tanya Nura sambil mematikan laptopnya. Foto Nura dan sepupunya itu hilang saat Nura menyentuh touchpad laptopnya.
    “Di Cafe Lofa. Aku ke sana saat istirahat tadi.”
    Dhanny baru menyesali jawabannya saat melihat Nura menoleh dan menatapnya dengan tatapan curiga. Tatapan itu pasti akan berbuntut pertanyaan panjang yang mau tidak mau harus Dhanny jawab.
    “Cafe Lofa?” Pertanyaan yang diajukan Nura berbeda dengan yang dibayangkan Dhanny sebelumnya. Kali ini Dhanny hanya perlu mengangguk untuk menjawab.
    Nura menangkupkan kedua tangannya, “Itu kan cafe yang dikerjakan Adriana bersama Agi akhir-akhir ini!” Nura terlihat sangat sumringah. “Apa kau melihat Adriana bersama seseorang?” Kali ini Nura sudah berubah menjadi sosok yang terlalu ingin tahu urusan orang lain. Sebenarnya Dhanny merasa sedikit kecewa karena ternyata Nura lebih penasaran pada kegiatan sepupunya dibanding alasan Dhanny datang ke Cafe Lofa siang tadi.
    Dhanny mengangguk lagi, “Seorang cowok berambut ikal.”
    “Agi! Itu pasti Agi!” Dhanny mengkerut saat melihat Nura terlalu bersemangat.
    “Kau ini kenapa sih?” Tanya Dhanny khawatir. Dia takut Nura salah obat.
    “Uh, ceritanya panjang sekali.” Saat Nura mengatakan ini biasanya dia tidak berniat untuk berhenti di situ, sebaliknya dia sangat bersemangat untuk menguraikan cerita yang panjang sekali itu. Tapi Dhanny menurut saat Nura mulai bercerita. Dia tidak ingin merusak mood Nura yang sedang bagus.
    “Papa sudah menolak proyek Cafe Lofa ini, karena itu bukan proyek besar. Tapi Adriana tetap ngotot untuk menerima proyek ini karena Agi yang memintanya. Adriana luar biasa senang saat Agi menghubunginya suatu hari untuk mendekorasi sebuah cafe milik temannya.”
    Dhanny hanya mengangguk sesekali untuk menunjukkan bahwa dia masih mendengarkan.
    “Adriana sering bolak-balik ke sini untuk minta pendapat papa tentang furniture rancangannya. Aku sampai lelah melihatnya terus-terusan lembur membuat rancangan itu.”
    “Dia tinggal di sini?” Tanya Dhanny.
    Nura menggeleng, “hanya sesekali Adriana menginap di sini jika urusan kantornya belum selesai, agar papa bisa langsung mengoreksi hasil kerjanya.”
    Nura menutup laptopnya kemudian bangkit, “Ayo, mama dan papa sudah menunggu.”
    ***
    Ada banyak sekali hidangan lezat di atas meja makan oval yang cukup luas ini. Om Nugraha duduk di ujung meja oval dan tante Reni duduk di sisinya. Nura duduk di sisi lain dan Dhanny duduk tepat di samping Nura. Masih ada dua kursi kosong lagi yang seharusnya diisi oleh kakak perempuan Nura dan suaminya.
    Aroma rendang daging sapi yang luar biasa lezat sudah menusuk-nusuk hidung Dhanny sejak tadi. Pemuda itu berusaha keras untuk mengendalikan dirinya dan tidak menyerbu rendang itu sebelum kepala rumah ini mempersilakannya.
    Setelah selesai memimpin doa, om Nugraha mulai mempersilakan semuanya untuk makan. Nura menunjukkan sikapnya sebagai pacar yang baik dan mengambilkan nasi untuk Dhanny. Sepertinya Nura sudah hafal benar porsi yang diinginkan pemuda itu. Nura mengambilkan beberapa lauk dengan sangat cekatan. Setelah yakin Dhanny sudah mendapatkan semua yang diinginkannya, Nura mengambil makanannya sendiri.
    “Jadi, apa rencanamu setelah selesai coass, Dhan?” Tanya om Nugraha tiba-tiba.
    Dhanny hampir saja tersedak cabai yang dimakannya saat mendengar pertanyaan itu. Setelah menarik nafas yang cukup panjang, Dhanny berhasil menguasai cabai dalam mulutnya kemudian menelannya perlahan. Dhanny meminum air putihnya sebelum menjawab. Dia melakukannya untuk membersihkan tenggorokannya sekaligus mengulur waktu untuk merangkai kata-kata yang tepat dan sopan.
    “Saya berencana melanjutkan studi saya, Om.”
    “Spesialis?” Tanya om Nugraha lagi.
    Dhanny mengangguk sekilas sebelum menjawab, “Iya, Om. Spesialis bedah mulut di Adelaide University.”
    Tante Reni hanya sesekali mendongak dan menatap Dhanny tapi tidak berkomentar apa pun. Seolah-olah sekarang belum waktunya tante Reni angkat bicara, ini pembicaraan antar lelaki.
    “Kenapa spesialis bedah mulut?”
    Nura tidak memberitahu tema makan malam kali ini. Ini makan malam interogasi! Pikir Dhanny panik.
    “Dokter spesialis bedah mulut masih belum terlalu banyak untuk saat ini. Saya rasa, prospek untuk pekerjaan ini jauh lebih baik.”
    Dengan jawaban itu Dhanny mendapat tatapan muram dari Nura. Meskipun respon om Nugraha dan tante Reni terlihat cukup positif, tapi Nura tidak terlihat begitu. Gadis itu kelihatan kesal dengan keputusan Dhanny.
    Dhanny menemani om Nugraha di ruang keluarga selama menunggu Nura dan tante Reni membereskan meja makan. Mereka muncul dengan membawa sepiring buah mangga yang sudah dipotong dadu tepat saat om Nugraha sedang mengomentari berita di televisi. Dhanny hanya makan beberapa potong mangga kemudian pamit pulang. Nura mengantarnya sampai ke luar. Ekspresinya masih sama, terlihat muram dan tidak bersemangat.
    “Kau kenapa?” Tanya Dhanny saat mereka berjalan ke arah mobil Dhanny.
    “Kelihatannya kau sudah sangat mantap dengan keputusanmu itu.”
    Mereka sudah sampai di samping mobil. Nura bersandar pada mobil Dhanny sementara pemuda itu mengeluarkan kunci dari saku celana jeans-nya.
    “Kita sudah membahas masalah ini berkali-kali kan?”
    “Tiga tahun itu lama.” Kata Nura sambil tertunduk memandangi jemarinya.
    Dhanny menelengkan kepalanya untuk melihat wajah Nura yang tertunduk. Mereka sudah membicarakan masalah ini sejak lama. Tapi sepertinya Nura masih belum begitu setuju dengan pilihan Dhanny.
    “Kau mau menungguku?”
    Nura mengusap-ngusap jari manis di tangan kanannya. Sesuatu yang akhir-akhir ini sangat sering dia lakukan.
    “Setelah kau pulang, lalu apa?”
    “Aku harus mencari pekerjaan yang layak untuk menghidupi keluarga kita nantinya.”
    Nura melepaskan tubuhnya dari mobil Dhanny kemudian berbalik. Wajahnya terlihat semakin murung. “Sudah malam. Kau harus istirahat.” Kata Nura dengan nada dingin.
    Dhanny tidak menanggapi lagi. Nura sudah kehilangan mood bahagianya. Pembicaraan ini hanya akan berakhir dengan pertengkaran jika diteruskan. Dhanny memacu mobilnya menjauh sementara Nura masih berdiri di depan gerbang. Dhanny masih bisa melihat bayangan Nura dari kaca spion. Setelah beberapa saat, Nura masuk ke dalam.

  2. 0 komentar:

    Post a Comment