Rss Feed
  1. A Celebrity Twin #3

    Tuesday, March 11, 2014


    Senin (lagi), 7 Februari
    Tadi sore ibu memberitahuku akan ada artis yang datang ke panti besok. Aku benci artis! Bukan berarti aku benci semua artis sih. Tapi aku benci artis yang mengaku datang ke panti untuk beramal, biasanya merayakan sesuatu, tapi datang dengan membawa satu batalion wartawan. Ibu menyuruh kami memakai pakaian terbagus kami. Aku tidak punya pakaian bagus kecuali seragam sekolah. Itu pun masih dianggap jelek oleh Clarisa. Mungkin aku akan memakai seragam sekolah seharian besok. Atau mungkin aku tidak akan pulang sekolah sampai malam dan tidak perlu bertemu dengan rombongan menyebalkan itu. Ya ampun, besok hari ulang tahunku! Kenapa ibu tega memenuhi panti dengan ratusan wartawan di saat hari ulang tahunku! Aku benci artis!

    Sonia menyelipkan jurnalnya ke bawah bantal dengan kesal. Dia kesal karena ibu mau menerima artis itu di hari ulang tahunnya. Dia kesal karena ternyata alasan artis itu datang ke panti adalah untuk merayakan ulang tahunnya. Dia kesal karena mendengar berita itu. Yang artinya dia akan merasa kesal semalaman ini, atau bahkan sampai besok. Dia tidak suka tidur dalam keadaan kesal.
    Untuk kedua kalinya, Sonia hanya membolak-balik tubuhnya di atas kasur seperti ikan gosong. Setelah cukup lama mengerjap-ngerjap tidak jelas, Sonia memutuskan untuk keluar kamar.
    ***
    Sonia merapatkan sweater-nya saat angin malam menerpanya. Gadis itu duduk di lantai teras. Sensasi dingin langsung meracuni tubuhnya saat betisnya pertama kali menyentuh keramik. Bandung memang selalu terasa dingin di malam hari. Sonia meletakkan kepalanya di antara lutut yang ditekuk. Matanya melirik ke atas, mencari bintang. Hanya ada beberapa bintang yang berani mengekspos cahayanya secara terang-terangan. Jutaan bintang yang lain lebih memilih bersembunyi di balik awan kelabu malam ini.
    Siapa yang akan datang besok? Diam-diam Sonia memikirkannya juga. Ibu tidak memberitahunya. Sebenarnya, ibu berniat memberitahunya, tapi Sonia buru-buru memotong pembicaraan ibu. Dia terlalu kesal. Adik-adiknya sangat bersemangat menyambut acara besok. Akan ada banyak makanan, kata Talita tadi sore. Tapi Sonia tidak tertarik. Dia sudah tidak tertarik. Jika adik-adiknya itu sudah menetap di panti selama belasan tahun dan dikunjungi puluhan artis, mereka juga pasti akan merasa bosan. Atau hanya Sonia yang bersikap tidak normal dan sangat membenci hingar bingar seperti itu?
    Sonia mendongak untuk menatap langit dengan lebih jelas. Sudah berapa kali dia berganti adik? Tiba-tiba saja pikiran itu muncul di benaknya. Sudah berapa banyak anak-anak yang keluar masuk panti asuhan? Sonia melihat semuanya. Mulai dari Rio, Dina, Eka, dan Putri semuanya mendapatkan orang tua adopsi yang baik. Tapi tidak ada satu pun yang melirik Sonia untuk diadopsi. Lagi pula, Sonia tidak mau jauh dari ibu. Setidaknya itu yang selalu dipikirkan Sonia setiap kali melihat satu per satu adiknya dibawa pergi oleh orang tua baru. Tapi dalam hatinya Sonia tahu persis alasan kenapa dia tidak pernah diadopsi. Masanya sudah lewat. Sonia sudah terlalu tua untuk diadopsi. Sudah susah dibentuk karakternya, itu kata salah satu orang tua yang datang berkunjung waktu itu. Sonia tidak sengaja mendengarnya, tapi dia tahu persis kata-kata itu ditujukan untuknya.
    Sonia mendesah cukup keras, lebih seperti dia menyemburkan nafasnya, berharap hembusan nafasnya itu bisa berubah menjadi api atau salju atau apa saja yang mengerikan. Tapi harapannya tidak terkabul. Dia hanya menyemburkan karbon dioksida ke udara, tidak ada yang spesial. Besok usianya akan bertambah. Sonia akan resmi menjadi semakin dewasa. Dan dia akan resmi menjadi penunggu panti selamanya.

  2. 0 komentar:

    Post a Comment