Senin (lagi), 7
Februari
Tadi sore ibu
memberitahuku akan ada artis yang datang ke panti besok. Aku benci artis! Bukan
berarti aku benci semua artis sih. Tapi aku benci artis yang mengaku datang ke
panti untuk beramal, biasanya merayakan sesuatu, tapi datang dengan membawa
satu batalion wartawan. Ibu menyuruh kami memakai pakaian terbagus kami. Aku
tidak punya pakaian bagus kecuali seragam sekolah. Itu pun masih dianggap jelek
oleh Clarisa. Mungkin aku akan memakai seragam sekolah seharian besok. Atau
mungkin aku tidak akan pulang sekolah sampai malam dan tidak perlu bertemu dengan
rombongan menyebalkan itu. Ya ampun, besok hari ulang tahunku! Kenapa ibu tega
memenuhi panti dengan ratusan wartawan di saat hari ulang tahunku! Aku benci
artis!
Sonia menyelipkan jurnalnya ke bawah bantal dengan kesal. Dia
kesal karena ibu mau menerima artis itu di hari ulang tahunnya. Dia kesal
karena ternyata alasan artis itu datang ke panti adalah untuk merayakan ulang
tahunnya. Dia kesal karena mendengar berita itu. Yang artinya dia akan merasa
kesal semalaman ini, atau bahkan sampai besok. Dia tidak suka tidur dalam
keadaan kesal.
Untuk kedua kalinya, Sonia hanya membolak-balik tubuhnya di atas
kasur seperti ikan gosong. Setelah cukup lama mengerjap-ngerjap tidak jelas,
Sonia memutuskan untuk keluar kamar.
***
Sonia merapatkan sweater-nya
saat angin malam menerpanya. Gadis itu duduk di lantai teras. Sensasi dingin
langsung meracuni tubuhnya saat betisnya pertama kali menyentuh keramik.
Bandung memang selalu terasa dingin di malam hari. Sonia meletakkan kepalanya
di antara lutut yang ditekuk. Matanya melirik ke atas, mencari bintang. Hanya
ada beberapa bintang yang berani mengekspos cahayanya secara terang-terangan. Jutaan
bintang yang lain lebih memilih bersembunyi di balik awan kelabu malam ini.
Siapa yang akan datang besok? Diam-diam Sonia memikirkannya juga.
Ibu tidak memberitahunya. Sebenarnya, ibu berniat memberitahunya, tapi Sonia
buru-buru memotong pembicaraan ibu. Dia terlalu kesal. Adik-adiknya sangat
bersemangat menyambut acara besok. Akan
ada banyak makanan, kata Talita tadi sore. Tapi Sonia tidak tertarik. Dia
sudah tidak tertarik. Jika adik-adiknya itu sudah menetap di panti selama
belasan tahun dan dikunjungi puluhan artis, mereka juga pasti akan merasa
bosan. Atau hanya Sonia yang bersikap tidak normal dan sangat membenci hingar
bingar seperti itu?
Sonia mendongak untuk menatap langit dengan lebih jelas. Sudah
berapa kali dia berganti adik? Tiba-tiba saja pikiran itu muncul di benaknya. Sudah
berapa banyak anak-anak yang keluar masuk panti asuhan? Sonia melihat semuanya.
Mulai dari Rio, Dina, Eka, dan Putri semuanya mendapatkan orang tua adopsi yang
baik. Tapi tidak ada satu pun yang melirik Sonia untuk diadopsi. Lagi pula, Sonia
tidak mau jauh dari ibu. Setidaknya itu yang selalu dipikirkan Sonia setiap
kali melihat satu per satu adiknya dibawa pergi oleh orang tua baru. Tapi dalam
hatinya Sonia tahu persis alasan kenapa dia tidak pernah diadopsi. Masanya
sudah lewat. Sonia sudah terlalu tua untuk diadopsi. Sudah susah dibentuk
karakternya, itu kata salah satu orang tua yang datang berkunjung waktu itu.
Sonia tidak sengaja mendengarnya, tapi dia tahu persis kata-kata itu ditujukan
untuknya.
Sonia mendesah cukup keras, lebih seperti dia menyemburkan
nafasnya, berharap hembusan nafasnya itu bisa berubah menjadi api atau salju atau
apa saja yang mengerikan. Tapi harapannya tidak terkabul. Dia hanya
menyemburkan karbon dioksida ke udara, tidak ada yang spesial. Besok usianya
akan bertambah. Sonia akan resmi menjadi semakin dewasa. Dan dia akan resmi
menjadi penunggu panti selamanya.
0 komentar:
Post a Comment