Siiiaaaaaaang!! Duh, jangan bilang siang deh, ketahuan nggak ada kerjaan. Ahem, oke, anggap saja ini sudah malam yah, hahahaha.
Jadi, di siang, eh, malam yang indah ini, saya ingin mengungkapkan pendapat saya *oke, curhat* tentang sebuah pertanyaan.
Saya nemu pertanyaan itu di timeline Bang Pocong beberapa hari yang lalu. Dan ya, ada banyak sekali tanggapan untuk pertanyaan tersebut di atas *ceiilaaah, bahasanya udah kayak dosen*
Ada beberapa yang menjawab "sahabat" karena mengaku tidak punya pacar. Beberapa lagi menjawab "pacar" karena sahabat juga punya kehidupan sendiri dan pada akhirnya pergi.
Ada dua interpretasi untuk pertanyaan ini. INTERPRETASI PERTAMA: mana yang jadi prioritas utama, pacar apa sahabat? Ini semacam pertanyaan, "kalo mereka berdua tenggelam, siapa yang kamu selamatkan? sahabat atau pacar." Yeah, something like that. INTERPRETASI KEDUA: status apa yang lebih kamu pilih, jadi sahabat atau pacar?
Dalam postingan ini, saya akan membahas pertanyaan di atas dengan INTERPRETASI KEDUA. Karena untuk interpretasi pertama, jelas, saya akan menyelamatkan siapa yang nggak bisa berenang. Kalo pacar saya bisa berenang dan sahabat saya nggak, saya akan menyelamatkan sahabat saya. Begitulah. Tapi sebenarnya, jawaban saya untuk kedua pertanyaan ini sama: "Sahabat". Karena pacar bisa dicari lagi, muahahahahaha *ketawa jahat*
Balik lagi ke INTERPRETASI KEDUA:
Oke, jadi, saya akan mengungkapkan sedikit pendapat saya. Kalau saya pribadi, pasti akan menjawab "sahabat". Bukan, bukan karena nggak punya pacar *iya juga sih*, tapi karena saya belum menemukan jawaban yang tepat untuk pertanyaan "kenapa harus pacar?"
Mungkin akan banyak komentar untuk pertanyaan saya ini, antara lain: "Ya, kan biar fix aja statusnya" atau "Biar jelas, dia nggak boleh sama yang lain lagi."
Oke oke, ituuuu jawaban yang selama ini saya dengar sih. Jadi, pertanyaan saya selanjutnya, "memang sudah jaminan kalo sudah jadi pacar itu berarti jodohnya?"
Haha, oke, kita sudahi saja perdebatan ini ya, Nak. Mari kita mulai membahas kenapa saya lebih prefer ke "sahabat" dibanding "pacar". Untuk menjawab ini, saya ingin mengutip pendapat seorang teman beberapa waktu lalu. Begini kira-kira, ahem:
"Lebih baik jadi temen sih. Soalnya kalo jadi temen, lo bisa tahu semuanya tentang dia, jelek-jeleknya juga. Tapi kalo udah jadi pacar, istilahnya lo harus selalu keliatan sempurna di depan dia."
Waktu saya dengar pendapat ini, saya mikir, "Yeah, he got his point." Karena saya memang sangat sependapat sama orang ini. Kalo kita jadi "teman", oke "sahabat", kita nggak akan jadi "sok sempurna" di depan dia. Karena yang ada di pikiran kita adalah, "Yaelah gitu doang. Nggak ngaruh kali. Dia kan sahabat gue, nggak akan protes." Hmm, sebenernya, seorang sahabat juga bisa protes, dalam artian yang tidak mengikat. You know what I mean? Jadi, tugas seorang sahabat adalah mengingatkan, ini bisa berjalan perlahan sampai akhirnya yang diingatkan mendapat kesadarannya sendiri untuk berubah jadi lebih baik. Saya ingat sebuah quote, "Seorang sahabat adalah seseorang yang selalu berkata benar padamu, bukan orang yang selalu membenarkan kata-katamu." Jadi, di situlah kehebatan seorang sahabat, dia punya hak untuk menghina keburukan kita, tanpa membuat kita down. Itu sih menurut saya. Correct me if I'm wrong, tapi biasanya sih kalo udah orang yang kita suka yang mengingatkan ada sesuatu yang jelek dalam diri kita, kita bakal kepikiran *saya pribadi sih begitu*. Itu sebabnya sudah disebutkan sebelumnya, "....kalo jadi pacar istilahnya lo harus selalu keliatan sempurna di depan dia." Untuk pendapat ini, saya yakin akan ada komentar begini; "Nggak juga ah. Gue sama pacar gue udah tau semua busuk-busuknya." Now, I'm asking you, "Are you absolutely sure about that? Is that a solid statement?" Karena saya yakin pasti ada satu-dua hal kecil yang nggak kalian tahu tentang pacar kalian. Pasti. Hal sekecil apa pun itu.
"Tapi kan ada juga loh sahabat jadi cinta. Terus pacaran deh. Sama aja." Well, I can't deny that. Saya pribadi juga pernah, ehm oke lupakan, ada aja orang yang tetiba merasa jatuh cinta sama sahabatnya. Teori saya tentang hal ini sih ya, sekali lagi, ini teori saya pribadi. Pertama, karena sahabat itu adalah seseorang yang notabene selalu ada (setelah Allah, orang tua, dan keluarga). Kedua, karena sahabat itu udah tau semua-muanya tentang kamu jadi kamu ngerasa nyaman buat cerita apa aja. Jadi, saya rasa memang wajar kalo ujung-ujungnya kamu jatuh cinta sama sahabat kamu sendiri (ini buat yang beda gender ya. Kalo sama, atuhlah amit-amit jangan sampe.) Tapi jawaban saya untuk hal ini, masih sama. Saya akan tetap memilih si dia sebagai sahabat saya. Untuk alasannya, saya akan menjawab dengan sebuah video klip. Cekidot.
Lagu itu saya ambil dari sebuah sitkom berjudul JONAS yang pernah tayang di Disney Channel. Ceritanya tentang si Joe yang sahabatan sama Stella dari jaman sekolah. Dua orang itu tahu kalo mereka sama-sama suka. Tapi Joe memutuskan untuk tetap mempertahankan status sahabat karena dia tahu kalau dia menuruti kemauan si cewek, hubungan mereka nggak akan pernah sama lagi. Kalau dia menuruti kemauan si Stella dan mereka akhirnya putus, hubungan mereka nggak akan pernah terasa sama lagi. You know what I mean? There's gonna be that "awkward moment" when we meet, you know. Kecuali untuk dua orang yang memang sangat pandai mengontrol emosi dan bisa dengan mudah melupakan semuanya, saya rasa jarang ada pasangan yang baru berpisah dan akhirnya bersahabat lagi kayak dulu, kayak nggak pernah ada apa-apa. And that sucks! And hurts. And...*oke, we must stop* Jadi, pada akhirnya kita malah kehilangan semuanya. Ini potongan liriknya: "We get closer and closer again, but we're falling apart. I'm losing, you're losing a friend. It's always over before we start. You're asking for love that I wish I believe you. But, it's easy to see that it's over there's no one to blame. Things will never be the same."
Untuk statement saya ini, saya yakin akan ada tanggapan, "Lha, kan mungkin aja jodoh. Sahabat jadi cinta, terus menikah, terus happily ever after deh." Oke, that may be true. Tapi, sekarang saya tanya, "berapa besar peluangnya itu terjadi?" Saya yakin, bahkan seorang ahli statistik yang sangat jago nggak akan bisa menghitung peluangnya. Saya percaya, the right person will come in the right time. Jadi, nggak akan masalah apa status yang dia sandang sekarang, mau "sahabat", "pacar", "orang asing", "tetangga", "anak temen mama" atau apa pun, if he/she is the right person then you will be with him/her. Saya termasuk orang yang percaya bahwa Mr.Right nggak akan butuh waktu lama untuk bilang, "I wanna meet your Dad, asking for his permission to marry you and take over his responsibility of you." I think that's the sweetest line ever! Karena itu menunjukkan bahwa dia sudah sangat siap. Siap memimpin sebuah tim baru dalam hidupnya, siap membimbing pendampingnya, siap untuk belajar bersama, siap untuk jatuh bangun bersama *oke, bahasanya jadi berat banget*. Gitulah intinya, hahaha. Saya jadi ingat kata teman saya, "Pertanyaan sebenernya bukan, 'kita bakal nikah sama siapa' tapi 'kita bakal menghabiskan sisa hidup kita sama siapa'?"
So, Sahabat atau Pacar? Saya tetap keukeuh dengan pendapat saya untuk memilih "SAHABAT" karena itu adalah sebuah status yang saya rasa nggak akan pernah usang dimakan waktu. Sedangkan 'pacar'? Well, you need to be with the right person so it will last forever.
Kalau kamu?
SAHABAT
atau
PACAR
Dahsyat brooo.. yg ini gw baca tuntasss
Dahsyat brooo.. yg ini gw baca tuntasss
alhamdulillah....ibu aha akhirnya mau membaca postingan sayaaaah :')
sebut nama ti...siapa?siapa?
sebut namanya tiga kali qah, nanti muncul, hahahaha