Rss Feed
  1. BEN BARNES

    Thursday, March 19, 2015

    Oke, hari ini saya memutuskan untuk ngomongin, eh, oke kita pake bahasa yang agak profesional, ngereview aktor favorit saya tahun ini. Hahahaha, ketauan banget tiap tahun ganti-ganti. Oke, let's get started. Inilah dia, om ganteng sejagad raya! Jeng jeng jeng
    Yap! Om Ben Barnes sodara-sodara. Beliau yang gantengnya nggak normal ini lahir pada tanggal 20 Agustus 1981. Udah tua? Iya! 33 tahun, emang kenapa? Masalah? Hahahaha, iya masalah, soalnya si om ganteng yang satu ini belum punya pendamping alias jomlo, sodara-sodara. Euh, mau atuhlah jadi pasangan si om, hahaha. *okelupakan*

    Jadi, jujur aja nih ye, saya suka sama om Ben ini agak telat sebenernya. Pertama kali liat si om adalah di film The Chronicles of Narnia; Prince Caspian.
    Nah, sudah lihat gantengnya? Iya, ganteng. masalahnya adalah saya nonton film ini pas jaman SMA dan waktu itu saya lagi ngefans berat sama om tetangga (Brad Pitt), jadi om Ben yang waktu itu masih mas-mas ini nggak saya lirik. hahaha. Mungkin ini bisa disebut karma, nak.

    Film kedua om Ben yang saya tonton adalah The Chronicles of Narnia: Voyage of The Dawn Treader. Si om sekarang naik pangkat jadi King Caspian.
    Ganteng? Iya, banget. Tapi masalahnya masih sama, hahahaha, om tetangga masih di hati. Waktu itu saya malah lebih suka sama Skandar Keynes yang meranin si Edmund Pevensie. Alasannya simpel, si Skandar ini seumuran. Jadi, yah, mungkin saya sedang mengalami fase alay saat itu sama seperti remaja pada umumnya, hahaha. Jadi, lagi-lagi kegantengan si om terlewatkan.

    Nah, film ketiga si om Ben yang saya tonton adalah film terbarunya, Seventh Son.
    Masih setipe sama film Narnia ini: fantasy. Alasan saya nonton film ini adalah karena genre filmnya sodara-sodara. Saya sedang melakukan riset untuk buku fantasy saya, jadilah saya nonton film ini. Nah, kegantengan om Ben sudah mulai tertangkap perhatian saya di film ini. Ganteng? Iya, ganteng. Sayangnya si Kit Harington juga main di film ini, hahaha. Nah, saya tergila-gila sama karakter Jon Snow di film Game of Thrones (http://perfumemories.blogspot.com/2014/06/game-of-thrones.html). Jadi, yah, lagi-lagi si om teralihkan. Tapi saya ingat betul ngasih komen gini, "So so sih filmnya, menang ganteng aja Ben Barnes nya, sama bonus Kit Harington". See? saya sudah mulai menyadari kegantengan si om. 

    Hingga pada suatu hari, saya membaca sebuah review tentang buku berjudul Lukisan Dorian Gray karya Oscar Wilde. Dari review yang ada sih bukunya menarik. Ceritanya tentang seorang pemuda yang luar biasa tampan, yang mengorbankan jiwanya pada sebuah lukisan potret dirinya agar selalu tampan. Lil bit scary, yes, but great story. Jadi, singkat cerita si pemuda tampan ini nggak akan pernah tua, tapi kelakuannya makin hari makin busuk. Nah, kelakuan buruknya ini berimbas pada lukisan potret dirinya yang jadi semakin buruk rupa dan membusuk. Nah, di akhir review buku tersebut, diberitahukan bahwa cerita Dorian Gray ini sudah pernah diangkat ke layar lebar dan yang meranin tokoh Dorian Gray adalah om Ben Barnes. saya langsung kepoin semua poster dan trailernya. And I started to think, "oh okay, he's insanely handsome." So I decided to watch that movie. And yes, I'm falling for him.

    "I love you too, Om."

    Eh, sori, keceplosan. Jadi, gambar di atas adalah cuplikan Ben Barnes di film Dorian Gray pas lagi menyatakan cinta ke love interest-nya, Sybil Vane. Lihat aktingnya Ben Barnes di film ini luar biasa banget. Sama sekali berbeda dari image "prince charming" a.k.a "warrior" a.k.a "great king of the sea", yeah something like that. Filmnya klasik banget karena plotnya itu tahun 1890-an (kalo nggak salah). Balik lagi ke masalah aktingnya Ben Barnes, jadi beliau ini aktingnya luar biasa. Di awal film dia jadi pemuda lugu yang baru dateng ke kota, bener-bener polos dan lugu. Sampai akhirnya si Dorian ini mendapat "bisikan" dari Lord Henry. Gegara hasutan dari si Lord Henry inilah akhirnya kelakuan si Dorian lama-lama jadi busuk. Nah, seiring berjalannya waktu, karakter Dorian jadi berubah drastis banget. Di akhir film, si Dorian umurnya udah tua banget harusnya, tapi dia masih tetap tampan. Nah di akhir ini karakternya jadi pemuda dewasa banget dan lebih kalem karena dia sudah lelah dengan kemewahan hidup. Begitulah initinya. Perlu dikasih tahu endingnya nggak nih? Akhirnya Dorian mati. Tamat. Kalo mau tahu lengkapnya, nonton sendiri aja. Seru kok.

    Nah, dari film Dorian Gray inilah saya mulai tegila-gila sama si om. saya mulai kepoin dan cari-cari film apa aja yang ada si om Ben nya. Ini adalah film berikutnya yang saya tonton: The Big Wedding.

    Om Ben Barnes berperan sebagai Alejandro, seorang anak adopsi dari keluarga yang, eh, rada aneh. Jadi si Alejandro ini aslinya orang latina (saya lupa negara mana tepatnya) terus diadopsi sama keluarga Amerika yang punya dua orang anak. Masalah terjadi ketika si Alejandro ini akan menikah dengan Missy. Jadi, ibu kandung Alejandro ini adalah seorang penganut katolik yang menganggap perceraian sebagai tindakan yang sangat tidak baik. Nah, orang tua angkat Al ini sudah bercerai selama 15 tahun dan si bapaknya ini sudah punya pacar baru, namanya Bebe. Jadi, ketika hari pernikahan Al sudah dekat, akhirnya diputuskan agar kedua orang tua angkat Al ini pura-pura masih menikah. Itu masalah mayornya sih, ada beberapa masalah minor di keluarga tersebut yang jadi sorotan juga di film ini. Intinya adalah semua masalah bisa diselesaikan jika masing-masing pihak bicara jujur. Quite good lesson, don't you think?

    Selanjutnya! film yang saya tonton adalah Easy Virtue. Kisah romansa klasik tahun 1928.


    Easy Virtue ini adalah film adaptasi dari teater musikal Noel Coward, jadi ya, Ben Barnes sering nyanyi di film ini. Nggak full, cuma sepotong-sepotong, tapi tetep aja nyanyi. Dan suaranya kayak pangeran-pangeran Disney. *okestop*
    Ceritanya cukup sederhana dan lucu, menurut saya. Jadi Ben Barnes berperan sebagai John, keturunan dari keluarga yang England banget. Pada suatu hari John menikahi seorang janda berkebangsaan Amerika (Jessica Biel), doi pembalap yang cukup sukses di negaranya sana. Nah, masalah terjadi saat John membawa pulang istrinya ini ke rumah. Ibunya John yang notabene adalah orang kolot dan sangat menjunjung tinggi England sebagai negaranya, menolak keras kedatangan wanita Amerika ini. Jadi film ini bercerita tentang masalah-masalah yang dialami istri John gegara ibu mertuanya. Pada akhirnya istri John ini memutuskan untuk pergi meninggalkan John karena tidak sanggup dengan kelakuan ibu mertuanya itu. Huhu, cediiih :'(

    Petualangan saya ngepoin om Ben belum selesai gais. Saya lanjut ke filmnya yang lumayan baru, By The Gun.


    Nah, saya nggak suka sama film ini. Catat baik-baik, saya nggak suka sama filmnya, bukan Ben Barnes-nya. Dia kan cuma aktor, hahaha. Dia jadi bad-ass di film ini. Yah, tipikal lelaki yang suka bawa-bawa pistol terus ngomong kasar, tatoan, ngrokok, yah something like that. Oke, I AM a Disney-Princess-movie-freak. Jadi, saya jelas lebih memilih tipikal cowok berkuda yang bawa pedang ke mana-mana. Hahaha, dan ya, saya lebih suka Ben Barnes jadi King Caspian dan ngasih komando ke makhluk-makhluk aneh di kapalnya dan mengayunkan pedangnya kapan pun, daripada lihat dia bawa-bawa pistol, tatoan dan ngerokok. Tapi sebenernya sih nggak masalah, selama filmnya memang bagus. Masalahnya adalah filmnya nggak bagus-bagus amat. Ceritanya tentang seorang pemuda (Nick) yang pengen masuk ke dalam organisasi gangster. Dan syarat untuk masuk ke organisasi itu adalah harus membunuh orang. Nah, si Nick ini orangnya cemen, dia nggak berani ngebunuh orang. Tapi akhirnya Nick berhasil masuk, karena dia dibantu temannya buat ngebunuh "tugas" pertamanya. Masalah terjadi dari situ, mulai ada pembunuhan di mana-mana yang melibatkan ketua-ketua geng dan jadi aneh. Akhirnya Nick mati. The End. What the hell is going on? Film macam apa ini? Jadi, saya rada kecewa.

    Lalu, saya nonton film selanjutnya. The Words.
    Itu posternya bukan Ben Barnes? Iya, memang bukan. Tokoh utamanya adalah Bradley Cooper. Tapi Ben Barnes jadi tokoh yang lumayan penting di sini.
    Bukan, Ben Barnes bukan jadi bapaknya Bradley Cooper, hahaha. Jadi, film ini bercerita tentang seorang penulis bernama Clayton (kalo nggak salah (kalo salah maapin yak)). Nah, doi bikin buku, berjudul The Words. Buku itu menceritakan kehidupan Rory (Bradley Cooper) yang adalah seorang penulis juga. Jadi, film ini bakal jadi kayak bungkus TARO, man, yang kalo kalian lihat si TARO pegang bungkus TARO lalu di dalam bungkus TARO itu ada gambar si TARO lagi pegang bungkus TARO, dan seterusnya. Oke, do I make myself clear?
    Jadi kita coba fokus ke Rory aja. Si Rory ini adalah seorang penulis dan dia mengalami kebuntuan karir. Dia punya pacar namanya Dora (bukan sepupunya Diego, TOLONG DICATAT!). Nah, si Rory ini sudah nulis sebuah buku selama tiga tahun dan saat dikirim ke penerbit, naskahnya ditolak. Dia mulai putus asa, sampai suatu hari, dia menemukan sebuah koper antik di sebuah toko antik di Paris. Si Dora beliin Rory tas ini buat kerja, katanya, buat nyimpen prinan naskah dia. Terus, suatu hari si Rory nemu naskah usang di dalam koper itu. Setelah dia baca naskahnya, dia merasa kisah itu sangat menyentuh dan berpengaruh. Rory nggak bisa lupa sama ceritanya. Akhirnya dia putuskan untuk mengetik ulang naskah itu. Terus, nggak sengaja si Dora ini baca naskah itu di laptop Rory, dan dia pikir itu cerita yang luar biasa dan harus dikirim ke penerbit. Singkat kata, naskah itu jadi best-seller. Lalu, suatu hari, datanglah seorang kakek tua yang mendatangi Rory dan bilang dia punya cerita. Terus dia ceritakan semua tentang kehidupannya. Cerita yang sama persis dengan naskah yang ditemukan Rory. Ya, sang kakek tua itu adalah penulis asli naskah yang ditemukan Rory. Dan selama flashback cerita si kakek tua ini, yang meranin adalah Ben Barnes. Lihatlah wahai para kaum hawa, betapa cute-nya Ben Barnes waktu ngegendong bayi. Hahahahaha. Yah, begitulah ceritanya. Di akhir film dapat disimpulkan bahwa seorang penulis harus bisa membedakan mana yang fiktif dan mana yang realita. Coba tebak, mana yang fiktif? Rory? Salah! hahaha. Karena Rory sebenarnya adalah Clayton dan kakek tua itu adalah tokoh fiktif yang diciptakan oleh Rory sendiri yang terinspirasi dari kehidupan dia sendiri. Kalo nonton filmnya masih belum mendapat kesimpulan ini, coba nonton trailernya aja, hahaha.

    Itu adalah film terakhir yang saya tonton. Masih ada film-film lain yang bikin saya penasaran, sebenernya. Tapi satu ini yang bikin saya paling penasaran : Sons of Liberty. Ben Barnes berperan sebagai Sam Adams, salah satu revolusioner Amerika. Katanya sih epic banget filmnya. Ini film seri. untuk season 1 hanya terdiri dari 3 episode. Yah, kayak Sherlock Holmes gitu lah. 
    Oke, sekian dulu deh cuap-cuap saya tentang Ben Barnes. Semoga nggak bosan bacanya dan jadi ketularan ngefans sama si om tampan yang satu ini.

    BYE BYE!
    Nggak usah sedih gitu, Bang, hahaha. Sampai ketemu lagi di review-review selanjutnyaaaa :D

  2. 1 komentar:

    1. To our final destination

      It might sound like fiction
      I have found a way to get huge
      I've got some good news for you, those ten words
      Find this hard to believe and make you a fortune

      I had just finished telling you
      I've stayed in touch since my trip
      I had a feeling my prediction would come true
      Because it may have already happened

      I don't care who you are
      You should have, have come to expect
      A deal some profitable and you know what to do with
      No body's talking but you need to do right now

      When our road covered in ice and snow
      It took about twenty minutes to come to our final destination
      Things have certainly changed in the years
      I could accomplish what was previously thought impossible

    Post a Comment